SURABAYA, KOMPAS.com - Pakar menilai beredarnya AI Presiden RI kedua, Soeharto, merupakan bentuk kurang kreatifnya Partai Golkar. Seharusnya, mereka lebih menunjukkan data sebagai alat kampanye.
Diketahui, akun kader Partai Golkar, Erwin Aksa mengunggah AI Soeharto di akun Instagram pribadinya. Presiden RI kedua tersebut memberikan ucapan menjelang Pilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Pakar komunikasi politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Suko Widodo mengatakan, dibuatnya AI Soeharto tersebut menujunkkan Partai Golkar tidak memiliki panutan.
Baca juga: 10 Hektar Lebih Lahan Hutan Bukit Soeharto Terbakar
"(Partai Golkar) Kehilangan panutan, kurang kreatif menawarkan gagasan," kata Suko ketika dihubungi melalui telepon, Jumat (12/1/2024).
Selain itu, Partai Golkar seolah ingin mengingatkan kembali jasa yang sudah diberikan Soeharto selama menjabat. Namun hal tersebut malah memancing respons negatif publik.
Suko menyebut, partai berlogo pohon beringin tersebut terkesan sembarangan dalam membuat kampanye. Seharusnya, terlebih dahulu dibuat riset publik terkait sosok yang ditampilkan.
Baca juga: Ketua RT Se-Balikpapan Pakai Seragam Kuning Hadiri Acara Wali Kota dari Golkar
"Tujuanya sebenarnya mau mengingat lagi, tapi gagal, karena penentangnya cukup banyak. Dia (Soeharto) masih melekat sosok korup, sosok penguasa 32 tahun dan sebagainya," jelasnya.
Lebih lanjut, Suko menilai Partai Golkar masih memiliki basis pendukung yang sangat besar. Karena itu, AI Soeharto tidak ada hubunganya dengan menarik minat para pemilih.
"Sebenarnya Soeharto secara kuantitatif di desa-desa masih kuat. Tapi (elektabilitas) tidak bisa diukur seperti itu, ada banyak faktor," ucapnya.
Partai Golkar seharusnya lebih menampilkan data daripada sosok terdahulu. Sebab, kampanye dengan bentuk seperti itu lebih menarik bagi para pemilih pemula.
"Pendekatanya ilmiah saja, jangan sosok, kalau sosok punya kelemahan. Mereka bisa menarik ulang imajinasi dengan menyuguhkan data, seperti tahun sekian dollar sekian, dulu Rp 2.500 sekarang Rp 15.000," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.