PONOROGO, KOMPAS.com - Warga di Kelurahan Bangunsari, Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, bernama Bagus Robyanto membangun tembok setinggi empat meter di atas tanah miliknya yang kerap dilewati oleh warga sejak sepekan lalu.
Hal itu dilakukan lantaran Roby merasa warga mengucilkan keluarganya selama tiga tahun terakhir, setelah Roby menolak memecah sertifikat tanah milik keluarganya untuk jalan umum.
Pemerintah Kelurahan Bangunsari mengaku sudah dua kali memediasi antara pemilik lahan dan warga terkait penembokan. Namun, mediasi selalu gagal.
Baca juga: Alasan Roby Bangun Tembok di Akses Jalan Warga, Istrinya Ditolak Ikut PKK, Rumahnya Diludahi
Lurah Bangunsari Andrea Perdana yang ditemui Kompas.com, Senin (3/7/2023) di lokasi penutupan jalan, menyatakan, pemerintah kelurahan sudah dua kali melakukan mediasi pada bulan Juni 2023.
“Saya sudah lakukan dua kali mediasi. Mediasi pertama kedua belah pihak tidak hadir dan mediasi kedua pihak warga saja yang hadir,” kata Andre.
Andre mengatakan, sejatinya mediasi dilakukan untuk menemukan solusi dengan musyawarah mufakat. Namun, mediasi gagal lantaran ketidakhadiran salah satu pihak.
Baca juga: Kisruh Tetangga di Ponorogo, 5 Cara Hidup Damai Berdampingan
Andre mengatakan, saat ini belum menemukan solusi bagi warga terkait penutupan jalan dengan tembok setinggi empat meter. Hanya saja, ia meminta agar warga tidak melakukan reaksi berlebihan lagi.
“Saya minta masing-masing menurunkan tensi. Dan saya minta warga berpikir jernih dan kepala dingin. Karena kalau emosi maka akan berdampak tidak bisa mengambil keputusan yang baik,” jelas Andre.
Baca juga: Tolak Mediasi, Warga yang Bangun Tembok di Ponorogo: Kalau Pak Jokowi Menelepon Pun, Saya Tak Mau
Pemerintah Kelurahan Bangunsari akan mengupayakan mencarikan solusi yang terbaik dari persoalan tersebut, baik untuk pemilik lahan maupun warga yang terdampak.
Terkait pemilik lahan berlasan menutup jalan dengan tembok lantaran merasa dikucilkan warga selama tiga tahun, Andre menyatakan sudah mengonfirmasi hal tersebut kepada pihak warga.
“Kalau dikucilkan, ketika saya konfirmasi warga bahasanya adalah sebaliknya. Ketika yang depan (pemilik lahan) tidak pernah diundang kemudian yang belakang (warga) bilang diundang, namun tidak pernah hadir,” tutur Andre.
Andre mengatakan, jika kedua belah pihak tidak saling memaklumi maka tidak muncul solusi.
Padahal, untuk mendapatkan jalan keluar dari persoalan itu, kedua belah pihak harus saling memahami dan memaklumi.
“Kalau masing-masing tidak memaklumi maka tidak akan ada titik temu,” jelas Andre.
Andre menambahkan, sebelum ada gugatan ke pengadilan, pihak kelurahan sudah berupaya agar persoalan itu tidak masuk ke ranah hukum. Pasalnya, bila ke ranah hukum, penyelesaian persoalan itu tidak mengutamakan musyawarah mufakat.
Baca juga: Alasan Roby Bangun Tembok di Akses Jalan Warga, Istrinya Ditolak Ikut PKK, Rumahnya Diludahi