KOMPAS.com - Stadion Kanjuruhan di Kabupaten Malang, Jawa Timur menjadi saksi bisu tragedi kerusuhan dengan jumlah korban terbanyak dalam sejarah sepak bola Indonesia.
Insiden itu terjadi saat pertandingan berakhir dengan kekalahan Arema FC dari Persebaya Surabaya 2-3
Gelombang suporter turun ke lapangan untuk memprotes manajemen karena tim kalah dari Persebaya.
Petugas keamanan pun menghalau kericuhan itu dengan melepaskan tembakan gas air mata ke arah lapangan dan tribun penonton.
Ribuan suporter berhamburan, berebut keluar untuk menyelamatkan diri karena situasi tak terkendali.
Mereka berdesak-desakan, terinjak-injak hingga korban berjatuhan.
Dinkes Kabupaten Malang mencatat, ada 125 orang meninggal dunia pada Minggu (2/10/2022) malam.
Baca juga: Presiden Arema FC: Kami Terima Sanksi Apa Pun dan Akan Kooperatif...
Setelah peristiwa tragis itu, manajemen Arema FC melakukan prosesi tabur bunga dan doa bersama di depan patung kepala singa di halaman Stadion Kanjuruhan pada Senin (3/2/2022).
Hal itu dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan belasungkawa kepada ratusan korban jiwa dalam tragedi Kanjuruhan.
Seketika, tangis haru pun tak terbendung dari Manajer Arema FC Ali Fikri.
Diikuti para pemain, kru dan pelatih Arema FC, Javier Roca, kegiatan dilanjutkan ke dalam stadion.
Mereka melakukan prosesi berdoa bersama dengan posisi duduk melingkar.
Javier Roca mengatakan tragedi yang menewaskan 125 orang itu, tidak seharusnya terjadi.
"Saya kira ini udah cukup. Ini adalah puncaknya, dan bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk memulai dari nol," ungkapnya saat ditemui, Senin.
Dia berharap peristiwa ini tidak terjadi lagi di dunia olahraga, baik sepak bola atau olahraga lain.