SURABAYA, KOMPAS.com - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut, tornado api yang sempat muncul di bukit savana Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) merupakan fenomena dust devil.
Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Kelas I Juanda, Teguh Tri Susanto mengatakan, dust devil merupakan fenomena pusaran kecil tapi kuat.
“Fenemena tersebut mirip dengan dust devil,” kata Teguh ketika dikonfirmasi melalui telepon, Senin (11/9/2023).
Baca juga: Khofifah Ungkap Kendala Petugas Padamkan Kebakaran di Gunung Bromo
Selain itu, kata Teguh, fenomena dust devil tersebut kerap terjadi ketika udara kering yang sangat panas. Tidak stabil di permukaan tanah dan naik dengan cepat melalui udara yang lebih dingin di atasnya.
Kemudian, lanjut dia, udara kering tersebut membentuk aliran berupa pusaran yang membawa debu, serpihan, atau puing-puing di sekitarnya. Termasuk api seperti yang terjadi di savana Bukit Teletubbies Gunung Bromo.
“Namun objeknya dominan api, hal tersebut terjadi karena adanya pemanasan udara oleh api,” jelasnya.
Baca juga: Tornado Api Muncul di Tengah Kebakaran Bukit Savana Gunung Bromo
Dust devil juga dapat terbentuk ketika terjadi pemanasan matahari yang cukup intensif, tutupan awan sangat sedikit, banyak debu dan pasir, serta kelembapan permukaan tanah sangat rendah.
“Fenomena ini umum terjadi di tanah lapang yang minim hambatan. Karena udara panas menimbulkan pusat tekanan rendah dan menyebabkan terbentuknya pusaran udara dari udara di sekelilingnya yang lebih dingin,” ucapnya.
Namun, Teguh menyebut, dust devil sangat berbeda dengan puting beliung. Sebab, fenomena tersebut tidak disebabkan oleh awan cumulonimbus, berkecepatan lebih rendah dan tak bersifat destruktif.
“Bukan dari awan cumulonimbus, namun dari pemanasan lokal, kecepatan angin tidak terlalu tinggi. Dampak yang disebabkan tidak menghancurkan, waktunya enggak lama, kurang dari satu menit,” ujar dia.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.