KOMPAS.com - Kabupaten Gresik yang berada di Provinsi Jawa Timur dikenal memiliki julukan sebagai Kota Pudak.
Julukan Kota Pudak yang disematkan kepada Kabupaten Gresik ternyata terkait dengan keunikan makanan khas dari daerah ini.
Pudak adalah makanan khas dari Kabupaten Gresik berupa kue tradisional yang memiliki cita rasa manis.
Jika mengunjungi Gresik, wisatawan dapat dengan mudah mengenali pudak yang berbentuk rentengan dan digantung di depan toko.
Baca juga: Mengapa Bojonegoro Dijuluki Kota Ledre?
Dilansir dari laman Kemendikbud, bahan dasar pudak antara lain tepung beras, gula, dan santan kelapa yang dimasak dengan cara dikukus.
Mulanya hanya terdapat tiga macam pudak, antara lain pudak putih yang berbahan gula pasir, pudak merah yang berbahan gula merah, dan pudak sagu ya berbahan tepung sagu.
Namun kini ada juga pudak dengan menggunakan campuran dari sari daun pandan dan daun suji yang memberi warna dan aroma yang menarik.
Baca juga: Mengapa Jember Dijuluki Kota Suwar Suwir?
Pudak biasanya dibungkus dengan ope atau pelepah pinang yang membuat aromanya jadi lebih wangi dan khas.
Sebelumnya digunakan, pangkal daun pinang harus disamak terlebih dahulu untuk memisahkan kulit dalam dan kulit luar.
Hal ini karena hanya kulit bagian dalam yang bertekstur lebih tebal dan halus yang akan digunakan untuk membungkus pudak, sementara kulit bagian luar dibuang.
Baca juga: Kenapa Sukoharjo Dijuluki Kota Jamu?
Dilansir dari laman nova.grid.id, pelepah pinang memiliki kelebihan dibandingkan pelepah tanaman lain sebagai pembungkus.
Selain lentur, lapisan di dalamnya menyerupai lapisan plastik yang secara alami dapat mengatur suhu kue pudak.
Ketika adonan pudak yang masih panas dibungkus dengan pelepah pinang, adonan tersebut akan segera kering karena lapisan yang mirip plastik itu memiliki pori-pori yang dapat mempercepat proses penguapan.
Sejarah pudak khas Gresik memang belum dapat dipastikan, namun hanya diketahui oleh para pembuat pudak yang dilakukan turun temurun.
Dalam buku berjudul Kearifan Lokal Kemasan Penganan Tradisional (2017) karangan Listia Natadjaja dan Elisabeth Yuwono, ibu Suharsih yang merupakan generasi ketiga pembuat pudak mengungkap asal-usul kue tradisional ini.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.