Pengakuan Mukti, dia memilih bekerja sebagai kuli angkut karena tidak memiliki ijazah untuk bekerja di sektor yang formal. Dia putus sekolah sejak kelas 4 Sekolah Dasar (SD).
Sedangkan, diirinya memutuskan untuk menikah dengan istrinya saat usia masih 19 tahun.
Kini, beban hidup Mukti bertambah karena anak pertamanya meminta untuk masuk perguruan tinggi di kampung halamannya.
"Saya asli Madura, di Kabupaten Sumenep, anak saya tiga yang pertama sudah mau masuk kuliah ini, nomor dua SMP, nomor tiganya SD kelas 5," cetus dia.
Baca juga: Kekompakan Porter di Stasiun Malang, Tidak Berebut Penumpang, Penghasilan Dibagi Rata
Mukti bertekad agar buah hatinya tidak bernasib sama seperti dirinya. Karena itu, hal pertama yang ditanamkan kepada buah hatinya adalah belajar tanpa kenal lelah, berjuang tanpa melihat hasil, ikhlas dalam berbuat.
"Kunci hidup ini kan yakin mas, saya yakin walaupun saya sebagai porter di sini enggak akan kekurangan. Alhamdulillah, prasangka baik itu ternyata menjadi pedoman saya," kata dia, sembari mengelap keringatnya.
Baca juga: Cerita Damir, Kuli Panggul Padi di Lombok Tengah, Pernah Keseleo karena Pematang Sawah Licin
Sistem kerja porter di GSN Pelabuhan Perak Surabaya belum diatur, itu menjadi celah dia untuk menggaet penumpang yang merasa kesulitan membawa barang tanpa harus menunggu giliran.
Meski tidak diatur, porter di GSN yang berjumlah 360 orang selalu menerapkan sikap tenggang rasa. Porter yang belum mendapat panglaris tetap didahulukan.
"Kitakan selalu tanyak sudah dapat berapa, sudah dapat apa belum. Kalau belum, nah pas dapat nanti diajak tuh, hasilnya tetap bagi dua, kasihan kalau pulang tangan kosong," ungkap Mukti.
"Alhamdulillah enggak pernah ada ribut-ribut karena rebutan penumpang," katanya.
Abdul (45), kuli angkut lainnya di SDN Tanjung Perak mengaku udah bertahun-tahun menjadi kuli angkut. Warga Kabupaten Sampang itu menggantungkan hidupnya dengan menjadi porter untuk menghidup enam orang di keluarganya.
"Iya sebanyak itu, tapi yang tiga ada di sini (Surabaya) tiga lagi di kampung, diam sama neneknya, ada yang sudah mondok juga," kata dia.
Dirinya bekerja satu tim dengan Mukti. Dia selalu mengincar penumpang yang sudah kelelahan membawa barangnya.
"Kalau nadanya sudah kayak mau gertak kan takut, jadi kita rayu. Kita lihat riweh-nya di mana. Kalau dia riweh sama anaknya, maka ayo pak kita bantu pakai jasa kita, bapak sama ibu pegang anak-anak. Nah, di situ akan muncul harga yang ditanyakan, baru kita ajak berhenti dulu," papar Abdul.