Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Buruh Angkut di Pelabuhan Muncar Banyuwangi, Sakit Harus Bayar Sendiri, Menganggur Saat Paceklik Ikan

Kompas.com - 14/03/2023, 13:33 WIB
Rachmawati

Penulis

KOMPAS.com - Puluhan buruh angkut di Pelabuhan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, bertahan pada saat musim paceklik ikan.

Saat sakit, mereka juga harus mengeluarkan biaya sendiri untuk pengobatan karena tak mendapat jaminan kesehatan baik dari majikan ataupun pemerintah.

Pelabuhan Muncar di Banyuwangi, Jawa Timur, dikenal sebagai pelabuhan ikan terbesar di Indonesia.

Siang itu, Sudar (51), warga Desa Rejoagung, Kecamatan Srono, Banyuwangi, dan beberapa rekannya bermain kartu di sebuah warung kopi sederhana di Pelabuhan Muncar sisi selatan.

Sebagian lagi duduk mengobrol sambil menikmati segelas kopi.

"Masih menunggu panggilan dari Bos. Ini main kartu buat isi waktu menunggu. Bukan judi," katanya sambil tertawa saat bertemu Kompas.com, Selasa (14/3/2023).

Baca juga: Kisah Wagiyem Jadi Kuli Panggul di Solo, Angkat Barang 80 Kg Dapat Upah 10.000

Sudar bercerita sudah 25 tahun lebih bekerja sebagai buruh angkut di Pelabuhan Muncar. Menurutnya, ada puluhan orang yang bekerja seperti dia, tetapi pekerjaan yang dilakukan berbeda-beda.

"Kala saya dana teman-teman sini namanya pengisi. Tugasnya apa? Ya angkut-angkut alat sama mesin ke kapal. Kadang mengisi kapal dengan balok es. Nanti kalau kapalnya datang, ya kami yang angkut ikan dari kapal ke pabrik," kata Sudar.

Sudar memiliki kelompok yang beranggotakan 7 orang. Tenaga mereka digunakan oleh kapal ikan dengan inisial BS.

"Ya yang utama ngurusin kapal BS. Kalau sudah ya baru bisa bantu-bantu kapal lain," ungkap Sudar.

Saat ditanya berapa upah yang ia dapatkan, Sudar hanya tertawa.

"Ya disyukuri. Minimal Rp 100.000. Tapi enggak tiap hari dan itu kalau ada ikan. Beberapa tahun ini kan paceklik ikan. Enggak ada ikan. Ya enggak dapat apa-apa. Kapal yang pulang engak bawa ikan. Terus mau angkut apa? Paling ya angkut-angkut mesin tanpa dibayar," kata dia.

Baca juga: Kisah Penambang Belerang di Kawah Ijen, Menantang Bahaya demi Uang yang Tak Seberapa

Sudar pernah bercerita ia pernah jatuh sakit hingga dua bulan tak bisa bekerja. Ia hanya pasrah dan mendapatkan bantuan dari dari teman-temannya sesama buruh angkut.

Ia mengaku tak memiliki BPJS atau jaminan kesehatan lainnya. Saat periksa ke mantri swasta, ia harus mengeluarkan uang sendiri.

"Kan kita sama Bos kan lepas. Kalau sakit ya sudah enggak kerja. Bayar sendiri kalau periksa.," kata dia.

"Berat kerja seperti ini. Minimal ikan yang dibawa 10 ton paling banyak 60 ton. Ya kita berdelapan ini yang angkut ke pabrik," kata Sudar.

"Kalau ditanya jam berapa kerja ya ngikutin kapal siap. Ini kita nunggu perintah buat angkut balok es untuk dimasukkan ke kapal," ungkap dia.

Selain sebagai pengisi, Sudar mengaku juga bekerja sebagai buruh tani serta mengelola tanahnya sendiri yang tak seberapa luas.

"Ya di pelabuhan ya cangkul-cangkul. Semoga enggak sakit lagi," kata dia sambil tertawa.

Baca juga: Cuaca Ekstrem, Perahu Nelayan Muncar Banyuwangi Tenggelam Dihantam Gelombang

Dulu pernah kerja di kafe

Para buruh angkut pengisi sedang menunggu panggilan pekerjaan di Pelabuhan Muncar Banyuwangi pada Selasa (14/32/2023)Kompas.com/Rachmawati Para buruh angkut pengisi sedang menunggu panggilan pekerjaan di Pelabuhan Muncar Banyuwangi pada Selasa (14/32/2023)
Salah satu buruh angkut yang menjadi pengisi adalah Kelvin (22). Di usianya yang masih relatif muda, ia mengaku sudah dua tahun ikut menjadi pengisi di Pelabuhan Muncar bersama Sudar serta rekan-rekannya di kapal BS.

Kelvin bercerita, sebelum menjadi buruh angkut, ia pernah bekerja sebagai penjaga kafe selama enam bulan.

Namun ia mengaku tak betah dan memilik menjadi buruh angkut di Pelabuhan Muncar.

"Pas kerja di kafe rasanya enggak punya teman, Individualis. Kalau di sini kan kekerabatannya kental. Kumpul dan kerja bareng," kata pria lulusan SMK di Muncar.

Ia mengaku tak malu dengan pekerjaan sebagai buruh angkut pengisi di Pelabuhan Muncar.

"Yang penting kan halal. Kenapa harus malu," ungkap dia.

Baca juga: Pelabuhan Muncar Banyuwangi, Salah Satu Penghasil Ikan Terbesar di Indonesia

Di sela-sela pekerjaannya, ia juga menyempatkan diri mengantar sang istri yang baru ia nikahi setahun terakhir untuk menyanyi di hajatan.

"Istri kan penyanyi. Kalau kerja gini saya masih bisa sempatkan waktu mengantar kalau sore atau malam hari. Jadi uang dari saya dan dia bisa ditabung," ungkap dia.

Seperti seniornya, Sudar, Kevin mengaku juga memiliki pekerjaan lain sebagai mengelola sawah miliknya.

"Mumpung masih muda, ya kerja yang ada dan halal," ungkap dia.

Sementara itu, Eko (29), yang menjadi anggota kelompok buruh angkut bersama Kelvin dan Sudar bercerita ada momentum yang sangat ia ingat selama bekerja sebagai buruh angkut pengisi.

Saat itu, di awal pandemi, kapal yang sering memanfaatkan tenaganya tenggelam dan hilang. Beberapa ABK berhasil menyelamatkan diri, sementara empat lainnya dinyatakan hilang.

"Bukan hanya kehilangan pekerjaan karena kapalnya tenggelam. Tapi teman-teman saya ada yang hilang. Rasanya sedih. Kita juga urunan untuk beri uang duka," kata bapak anak dua itu.

Baca juga: Terlibat Kasus Kekerasan, 14 Pesilat dari 3 Perguruan di Banyuwangi Ditangkap

Ia mengaku tak memiliki cita-cita dan keinginan apa pun selaian bekerja yang tekun untuk keluarganya.

Eko juga mengaku ia dan keluarganya tak memiliki BPJS atau jaminan kesehatan lainnya.

"Yang penting cukup jangan sakit. Yang didapat hari ini ya untuk hari ini. Semoga nanti bisa nabung," ungkap dia.

Paceklik ikan

Buruh angkut saat membawa balok es di salah satu kapal yang akan berlayar di Pelabuhan Muncar Banyuwangi, Selasa (14/3/2023).Kompas.com/Rachmawati Buruh angkut saat membawa balok es di salah satu kapal yang akan berlayar di Pelabuhan Muncar Banyuwangi, Selasa (14/3/2023).
Sementara itu Seger Santoso (58), koordinator buruh angkut di kapal SN mengaku ia dan 6 anggotanya hanya bekerja selama 20 hari dalam sebulan.

"Kan malam jumat kapal tidak layar. Terus belum lagi pas musim 'petengan' saat ikan enggak ada, Jadi kita kerja ya hanya 20 hari sebulan," kata dia.

Seger mengaku ia mendapatkan persentase yang cukup kecil yang kemudian akan dibagikan ke anggotanya sesama buruh angkut sebulan sekali.

"Memang persentase tapi yang sangat kecil. Bukan kita yang menentukan harga tapi pemilik kapal. Ya sudah kita tinggal terima saja," kata dia.

Baca juga: Kuli Panggul di Pasar Kota Solo Bakal Go Digital, Bisa Pesan Lewat Aplikasi

Menurutnya mereka akan mendapatkan hasil yang lumayan saat musim ikan. Namun sayangnya sejak 10 tahun terakhir, jumlah ikan yang didapatkan semakin menurun.

"Apalagi empat bulan terakhir benar-benar paceklik. Enggak dapat apa-apa. Banyak kapal yang enggak melaut karena hujan badai. Bahaya buat mereka. Ini baru seminggu cuaca cerah ya semoga hasilnya bagus," kata dia.

Waktu menunjukkan pukul 10.15 WIB. Suara klakson truk warna kuning di dekat kapal BS membubarkan obrolan Sudar dan teman-temannya di warung kopi.

Mereka bergegas ke truk untuk menurunkan puluhan balok es dan memindahkan ke kapal. Sudar bercerita jam 12.00 WIB, kapal BS akan berlayar mencari ikan.

Sambil mengangkat balok es dengan tangan kosong Sudar berkata, "Semoga pemerintah lebih peduli dengan kita. Bukan cuma baik pas kampanye saja."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mobil Angkutan Siswa di Blitar Tabrakan Beruntun, 7 Orang Terluka

Mobil Angkutan Siswa di Blitar Tabrakan Beruntun, 7 Orang Terluka

Surabaya
Kakak Adik Buat Sabu di Rumah Kontrakan Pasuruan, Pelaku Berdalih Bisnis Kosmetik

Kakak Adik Buat Sabu di Rumah Kontrakan Pasuruan, Pelaku Berdalih Bisnis Kosmetik

Surabaya
Setelah 6 Jam, Kebakaran GM Plaza Lumajang Berhasil Dipadamkan

Setelah 6 Jam, Kebakaran GM Plaza Lumajang Berhasil Dipadamkan

Surabaya
PDI-P Beri Ruang Pertama untuk Petahana pada Pilkada Kabupaten Malang 2024

PDI-P Beri Ruang Pertama untuk Petahana pada Pilkada Kabupaten Malang 2024

Surabaya
Cerita di Balik Video Pertunangan Bocah 7 Tahun di Madura, Berawal dari Janji di Tanah Suci 8 Tahun Lalu

Cerita di Balik Video Pertunangan Bocah 7 Tahun di Madura, Berawal dari Janji di Tanah Suci 8 Tahun Lalu

Surabaya
Polisi Cabuli Anak Tiri Selama 4 Tahun, Nenek Korban: Hukum, Pecat, Tak Ada Ampun

Polisi Cabuli Anak Tiri Selama 4 Tahun, Nenek Korban: Hukum, Pecat, Tak Ada Ampun

Surabaya
Anak Anggota DPRD Surabaya Terseret Kasus Dugaan Penganiayaan, Bermula Kaca Mobilnya Dilempar Batu

Anak Anggota DPRD Surabaya Terseret Kasus Dugaan Penganiayaan, Bermula Kaca Mobilnya Dilempar Batu

Surabaya
Rumah Via Vallen di Sidoarjo Digeruduk Orang, Adik Diduga Tersangkut Kasus Gadai Motor

Rumah Via Vallen di Sidoarjo Digeruduk Orang, Adik Diduga Tersangkut Kasus Gadai Motor

Surabaya
Kebakaran GM Plaza Lumajang, 1 Satpam Dilarikan ke RS akibat Sesak Napas

Kebakaran GM Plaza Lumajang, 1 Satpam Dilarikan ke RS akibat Sesak Napas

Surabaya
 Pilu, Bocah 15 Tahun di Surabaya 4 Tahun Jadi Korban Kekerasan Seksual Ayah Tiri yang Berprofesi Polisi

Pilu, Bocah 15 Tahun di Surabaya 4 Tahun Jadi Korban Kekerasan Seksual Ayah Tiri yang Berprofesi Polisi

Surabaya
Kesaksian Pemilik Rumah di Pasuruan yang Dijadikan Tempat Produksi Narkotika: Bilangnya Usaha Kosmetik

Kesaksian Pemilik Rumah di Pasuruan yang Dijadikan Tempat Produksi Narkotika: Bilangnya Usaha Kosmetik

Surabaya
Rumah Terbakar di Jember, Penghuni Lansia Tewas Saat Berupaya Padamkan Api

Rumah Terbakar di Jember, Penghuni Lansia Tewas Saat Berupaya Padamkan Api

Surabaya
4 Tahun Cabuli Anak Tiri, Oknum Polisi Surabaya Berlutut agar Laporan Dicabut

4 Tahun Cabuli Anak Tiri, Oknum Polisi Surabaya Berlutut agar Laporan Dicabut

Surabaya
Mensos Risma Minta Pemkab Lumajang Lebih Tanggap Antisipasi Bencana, Bandingkan dengan Penanganan Merapi

Mensos Risma Minta Pemkab Lumajang Lebih Tanggap Antisipasi Bencana, Bandingkan dengan Penanganan Merapi

Surabaya
Istri Napi Jalankan Bisnis Pembuatan Sabu Skala Rumahan, Dikendalikan Suami dari Lapas

Istri Napi Jalankan Bisnis Pembuatan Sabu Skala Rumahan, Dikendalikan Suami dari Lapas

Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com