"Sampai di RSUD Bangkalan sekitar pukul setengah satu malam. Saya menolak jasad anak saya untuk diotopsi, jam 2 dini hari saya sudah pulang dengan jasad anak saya," beber dia.
Alasan Nasib menolak untuk diotopsi oleh polisi karena tak ingin suasana dukanya semakin runyam. Dia hanya mengizinkan polisi untuk melakukan otopsi di bagian luar saja.
Tak hanya itu, dirinya merasa sangat terkejut ketika kondisi tubuh anaknya terdapat luka memar dan lebam di bagian tangan, dada, punggung dan bibirnya pecah.
Dia mensinyalir, anaknya dipukuli di bagian dada yang mengakibatkan meninggal dunia.
Baca juga: Santri di Bangkalan Tewas Diduga Dianiaya Seniornya di Ponpes
Nasib dan istrinya dikaruniai dua anak, yaitu Moh Helmi Yahya yang kini sudah berkeluarga dan Badrut Tamam.
Tamam dimasukan pondok pesantren belum genap 1 tahun, tepatnya pada bulan Agustus 2022.
"Anak saya cuma dua itu, kemarin dikebumikan sekitar pukul 11.00 WIB, pikiran saya sekarang sedang berduka, istri saya syok juga," papar dia.
Nasib berharap agar pihak penyidik segera menetapkan tersangka dan menghukum pelaku dengan pasal yang berat.
"Ya harus segera ditetapkan tersangkanya dan harus diusut tuntas serta diberikan hukuman yang setimpal," katanya.
Baca juga: Aniaya Juniornya di Ponpes, Santri di Samarinda Diamankan Polisi
Direktur Ponpes Darul Ittihad, Gus Malik mengatakan, kejadian itu adalah duka yang besar bagi pondok pesantren yang dikelolanya.
"Saya berbelasungkawa, karena bagaimanapun kedua belah pihak adalah anak-anak kami," ungkapnya saat diwawancarai di Mapolres Bangkalan, Kamis (9/3/2023).
Gus Malik menjelaskan, kejadian pengeroyokan itu sangat cepat. Saat itu para santri sedang melaksanakan ritual malam nisfu sya'ban yang diisi dengan mengaji dan shalat isya berjemaah.
"Setelah itu ada waktu untuk istirahat, pada saat istirahat itu terjadilah peristiwa itu. Untuk kronologi detailnya mungkin di hasil BAP (Berita Acara Pemeriksaan)," ungkap Gus Malik.
Dia tidak mengetahui pasti insiden itu dan tahu dari salah satu pengajar yang juga telat mengetahui kejadian itu.
Baca juga: Santri di Lombok Timur Diduga Dianiaya oleh 6 Seniornya
"Saya baru tahu itu setelah dikabari oleh pihak keluarga yang juga pengajar (ustaz) bahwa ada santri yang meninggal. Setelah itu, kami langsung melaporkan ke Polsek Geger," katanya.
Gus Malik menegaskan, di lingkungan Pondok Pesantren Darul Ittihad tidak pernah mengizinkan kepada pengurus pondok pesantren untuk memberikan hukuman fisik kepada santri yang melanggar.
"Aturan di pondok diharamkan ada hukuman fisik, karena yang kami tekankan adalah akhlak. Jika ada yang melanggar, hukuman yang diberikan tetap yang mendidik, seperti mengaji Al Quran, hafalan hingga bersih-bersih. Kalau kami tidak mampu, kami kembalikan kepada orangtuanya. Jadi tidak ada hukuman kekerasan dan kita haramkan hukuman fisik," tegasnya.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Muchlis | Editor : Krisiandi, Andi Hartik), Tribun Jatim
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.