Pengelolaan gas metana tidak bisa berlangsung tanpa mengelola air lindi dengan baik. Perlakuan berbeda terjadi ketika musim kemarau dan penghujan. Namun hal tersebut sudah diantisipasi dengan baik.
"Kalau musim kemarau kami melakukan penyiraman air lindi ke sampah yang ditutupi terpal itu, terkadang kami semprot langsung," beber dia.
Hal tersebut demi terjadinya sirkulasi air baru yang jatuh ke bawah. Sehingga ada penguapan gas metana setelah itu disalurkan ke rumah warga. Penyiraman dilakukan setiap hari ketika musim kemarau datang.
Namun ketika musim penghujan, pengelola tidak perlu menyiram karena air hujan menjadikan sirkulasi air lindi menjadi lancar. Bahkan gas metana menjadi berkualitas bagus saat musim penghujan.
"Lebih bagus lagi kalau hujan," ungkap Sediyanto.
Penyaluran energi gas metana sejauh ini masih digunakan menjadi api. Namun sebenarnya juga bisa dijadikan energi listrik. Dengan kondisi gas metana yang sedang dihasilkan bisa menyumbang listrik sekitar 2.000 watt per hari.
"Sebenarnya bisa dijadikan energi listrik, namun masih menunggu waktu, ada langkah dan cara yang perlu dipelajari serta disetujui bersama," katanya.
Gas metana sudah dikelola dengan baik menjadi api untuk memasak sejak 2010. Terhitung sudah 13 tahun lalu TPA Sliwung berinovasi dan membantu masyarakat sekitar. Sehingga tidak terlalu tergantung dengan gas alam dan minyak fosil.
"Iya pemanfaatanya sudah lama," ucap Kabid Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Situbondo, Hendra.
Secara total ada 11 kepala keluarga di sekitar TPA Sliwung Situbondo yang disalurkan energi gas metan untuk kebutuhan sehari-hari. Namun pengirimannya hanya sampai pukul 14.00 WIB.
"Kalau dari kami supaya masyatakat bisa manfaatkan gas metana semaksimal mungkin," kata Hendra.
Gas metana harus didistribusikan setiap hari supaya tidak mengalami penumpukan energi. Hal tersebut sangat diantisipasi dengan pendistribusian ke rumah warga.
Di sisi lain, ada kompor khusus yang juga setiap hari dinyalakan supaya ada pembakaran.
"Tiap hari dinyalakan dan harus begitu," pungkas Hendra.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.