Baru setelah napiter tersebut dinyatakan bebas, terang Ali, kemudian mengunjungi YLP yang terletak di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan. Mereka menginap di asrama YLP selama beberapa hari atau beberapa minggu, sebelum melanjutkan kehidupan atau kembali ke kampung halaman.
Namun, Ali juga sempat menyinggung mengenai perkembangan teknologi, sehingga tidak berani menjamin eks napiter tersebut bisa terus kembali mengakui NKRI. Kendati demikian, Ali bersama YLP terus berupaya agar mereka tersadar bahwa yang sudah dilakukan adalah salah.
“Saya hanya mengarahkan, tapi begitu yang bersangkutan sudah berselayar di dunia maya, saya enggak bisa menjamin itu (kembali terhubung dengan jaringan lama). Tapi biasanya, kalau sudah berada di sini itu terputus dengan jaringan lama, karena sudah divonis oleh jaringan lamanya ikut YLP dan YLP itu khisbus syaiton (kelompoknya setan) oleh grup lama mereka,” tutur Ali.
Baca juga: Napiter Asal Kudus Bebas Bersyarat dari Lapas IIB Tuban
Beberapa kali Ali mendapat penolakan dari napiter terkait deradikalisasi yang dilakukan bersama YLP. Namun, hal itu tidak membuat Ali patah arang. Dengan terus berusaha meyakinkan napiter tersebut untuk kembali cinta NKRI, sekaligus memberikan pesan bila yang telah dilakukan napiter tidak dibenarkan.
“Sering banget. Pernah saya itu, orang ini dulunya adalah murid saya, yang mengajari ngaji juga saya, kemudian terlibat penembakan sembilan orang Brimob di Maluku, dihukum penjara seumur hidup. Saat saya sambang Umar Patek (saat ditahan), itu dia sinis dengan saya, karena saya dianggap sudah murtad. Saya upaya dua kali, mentok,” ujar Ali.
Baca juga: Jelang Natal dan Tahun Baru, Eks Napiter yang Berdomisili di Sleman Dipantau
Kemudian, dalam suatu waktu, napiter tersebut tiba-tiba berkirim surat kepada Ali yang intinya meminta tolong. Napiter tersebut mendengar bahwa anaknya tidak bersekolah, kemudian meminta bantuan kepada Ali.
Sehingga, Ali meminta izin kepada Lapas di mana napiter tersebut ditahan untuk menjalin komunikasi dan silaturrahmi. Napiter tersebut kemudian mengakui apa yang dilakukan salah, sekaligus meminta tolong kepada Ali untuk membantu pendidikan salah seorang anaknya, itu disanggupi oleh Ali.
“Itu yang namanya tidak diduga, ketika saya mendekat tidak bisa karena dianggap thoghut, baru ketika dia butuh mendekat sendiri kepada saya. Jadi moderasi yang ampuh adalah, ketika kita tahu apa kebutuhannya dan kita bisa hadir membantu,” ucap Ali.
Ali menjelaskan, saat ini ada 23 anak eks napiter yang tinggal di asrama YLP, dari total sebanyak 67 anak eks napiter yang pendidikannya dipenuhi oleh Ali bersama YLP. Termasuk, beberapa orang istri eks napiter yang diminta untuk membantu mengajar di YLP.
“Untuk yang di sini (asrama) ada 23 anak eks napiter, mayoritas mereka sekolah di SD Negeri (Tenggulun) supaya wawasan kebangsaannya muncul. Kemudian, sorenya mulai pukul 14.00 WIB hingga 17.00 WIB, kita ada TPQ (Taman Pendidikan Al Quran) dipandu oleh istri-istri eks napiter dan ustazah yang ada di sini. Namun, kebanyakan pengajar di sini, adalah istri eks napiter,” tutur Ali.
Sebelum membantu mengajar, istri eks napiter lebih dulu dilakukan seleksi dan bimbingan, serta diminta keseriusan mereka dalam menjaga nama baik YLP. Selain dalam upaya untuk membantu keluarga eks napiter, langkah ini juga sekaligus untuk memisahkan mereka dari kelompok terdahulu.
“Saya tekankan bila ini (pekerjaan) adalah amanah untuk menjaga nama baik YLP, ada apa-apa sebaiknya komunikasi. Di sini juga ada berbagai macam pengajian, yang intinya berusaha untuk memisahkan dari kelompok lama. Yang penting itu nyaman, baik nyaman pemikirannya maupun nyaman perutnya,” terang Ali.