Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancaman Pidana Ricuh Kantor Arema FC Lebih Berat dari Tragedi Kanjuruhan, Pakar: Jangan Sampai Dianggap Tebang Pilih

Kompas.com - 03/02/2023, 19:23 WIB
Andi Hartik,
Nugraha Perdana

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com – Pihak Kepolisian Resor Kota (Polresta) Malang Kota menetapkan tujuh tersangka terkait aksi demonstrasi di Kantor Arema FC yang berujung ricuh pada Minggu (29/1/2023).

Tujuh tersangka aksi ricuh itu adalah Adam Rizky (26), Moch Fauzi (24), Nouval Maulana (21), Arion Cahya (29), Cholid Aulia (22), Maulana Feri Krisdianto (27) dan Fanda Hariyanto alias Ambon Fanda (34).

Maulana Feri Krisdianto dan Fanda Hariyanto dikenakan Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 14 UU RI No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 15 UU RI No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.

Baca juga: 2 Pelaku Perusakan Bus Arema FC di Sleman Ditangkap, Motifnya Kecewa

Sedangkan, lima tersangka lainnya dikenai Pasal 170 KUHP dan Pasal 170 ayat 2e KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara.

Ancaman pidana pada pasal ini lebih berat dibandingkan dengan ancaman pidana pada pasal yang diterapkan terhadap terdakwa tragedi kericuhan di Stadion Kanjuruhan.

Kelima terdakwa tragedi Kanjuruhan dijerat dengan Pasal 359 dan 360 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan orang lain meninggal. Ancaman pidananya maksimal 5 tahun penjara.

Baca juga: Sidang Tragedi Kanjuruhan, Hakim Tolak Eksepsi 3 Terdakwa Polisi

Pakar Hukum Pidana Universitas Brawijaya (UB), Fachrizal Afandi mengatakan, kasus perusakan memang melanggar hukum. Namun, perlu ditelusuri kausalitas dari kasus tersebut.

Menurut Fachrizal, jangan sampai penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak kepolisian justru menimbulkan kesan polisi tebang pilih. Sebab, demo di kantor Arema FC merupakan rentetan dari ketidakpuasan atas penegakan hukum tragedi Kanjuruhan.

“Jangan sampai yang reaksioner ini (penegakan hukum demo ricuh di kantor Arema FC), jangan sampai masyarakat menganggap ini tebang pilih,” katanya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (3/2/2023).

Fachrizal meminta jaksa peneliti lebih aktif mengoreksi pasal yang diterapkan oleh pihak kepolisian dalam menangani kasus demo ricuh di kantor Arema FC.

“Jaksa peneliti harus aktif, apakah penerapan pasalnya tepat, kalau tidak tepat harus diubah,” jelasnya.

Fachrizal melihat, demo yang berujung ricuh di kantor Arema FC seharusnya menjadi bahan introspeksi bagi penegak hukum untuk serius menangani perkara tragedi Kanjuruhan.

“Ini harus menjadi introspeksi pada pihak kepolisian. Sampai kapan seperti ini. Makanya harus serius mengusut kasus Kanjuruhan ini. Tidak berhenti di lima orang terdakwa itu,” jelasnya.

Puluhan pemuda atau Arek Malang mendatangi Kantor Arema FC di Jalan Mayjend Panjaitan, Kota Malang pada Minggu (29/1/2023) siang.KOMPAS.com/ Nugraha Perdana Puluhan pemuda atau Arek Malang mendatangi Kantor Arema FC di Jalan Mayjend Panjaitan, Kota Malang pada Minggu (29/1/2023) siang.
Peluang restorative justice

Menurut Fachrizal, berdasarkan Peraturan Polisi Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, perkara demo ricuh di kantor Arema FC bisa dihentikan melalui restorative justice atau keadilan restoratif.

Fachrizal pun menilai, seharusnya kasus perusakan saat demo ricuh di kantor Arema FC didorong untuk diselesaikan melalui medisi.

“Ini kan antara Arema FC dengan suporter, bukan dengan polisi. Harusnya didorong ke situ (restorative justice). Toh, Aremania itu mencintai klubnya. Cuma mereka kecewa saat banyak yang meninggal belum selesai, kok tetap main. Arema FC besar karena suporternya,” katanya.

Baca juga: 20 Keluarga dan Korban Tragedi Kanjuruhan Ajukan Restitusi Lewat LPSK

Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK) juga penanganan kasus demo ricuh di kantor Arema FC yang berbanding terbalik dengan penanganan tragedi Kanjuruhan yang menjadi pemicu demo tersebut.

"Ini tujuh tersangka (kericuhan di Kantor Arema FC) dengan pasal 170 dan 160 KUHP, ancamannya antara 6 sampai 7 tahun. Sedangkan (lima terdakwa Tragedi Kanjuruhan) ancaman dakwaannya Pasal 359 dan 360 KUHP, maksimal 5 tahun. Ini kan enggak ketemu (keadilannya),” kata Koordinator TATAK, Imam Hidayat, Rabu (1/2/2023).

Baca juga: Sidang Gugatan Perdata Tragedi Kanjuruhan di PN Malang Ditunda

Koordinator tim hukum dari TATAK untuk pendampingan 5 tersangka, Solehoddin mendesak kepada pihak kepolisian untuk mencari akar permasalahan yang ada. Menurutnya kejadian perusakan toko merchandise Arema FC tidak akan terjadi bila tidak ada pemicunya.

"Saya berharap dari Polresta Malang Kota mencari pemicunya, tolong dari Polresta untuk mencari akar masalahnya, yang perlu digali," katanya.

Sementara itu, Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol Budi Hermanto menyebut, penerapan pasal itu berdasarkan pada peran masing-masing tersangka.

"Kelima tersangka yang dikenakan Pasal 170 ayat (2) Ke-2e KUHP adalah Adam Rizky (24) warga Dampit Malang berperan membawa bom asap dan kaleng cat semprot, lalu Muhammad Fauzi (24) asal Dampit berperan membawa kantong plastik berisi cat yang dilemparkan ke kantor Arema FC," ujar Kombes Pol Budi Hermanto seperti dikutip TribunJatim.com, Selasa (31/1/2023).

Sidang lanjutan perkara kerusuhan Kanjuruhan di Pengadilan Negeri Surabaya.KOMPAS.COM/ACHMAD FAIZAL Sidang lanjutan perkara kerusuhan Kanjuruhan di Pengadilan Negeri Surabaya.
Sidang tragedi Kanjuruhan

Sementara itu, Fachrizal Afandi melihat, penegakan hukum tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang masih kurang maksimal. Menurutnya, polisi seharusnya tidak berhenti pada lima orang yang sudah menjadi terdakwa. Bahkan, konstruksi hukum tragedi Kanjuruhan bisa diarahkan pada pasal pembunuhan atau bahkan pembunuhan berencana.

“Kalau memang serius harus dicari siapa yang menembak. Apakah kemudian tembakan gas air mata itu mengakibatkan orang meninggal, orang panik. Konstruksi BAP-nya harus diarahkan ke sana. Bahkan, bisa dikembangkan juga ke (pasal) 338 (tentang) pembunuhan biasa atau berencana bahkan. Tapi sejak awal Polda bersikukuh enam tersangka ini, terdakwa sekarang, yang tidak langsung nembak,” jelasnya.

Baca juga: Cerita Kakek Nenek Rawat 2 Anak Korban Tragedi Kanjuruhan: Mereka Sering Tanya Ibunya...

Karena itu, Fachrizal menilai wajar jika banyak masyarakat Malang tidak puas dengan penegakan hukum terhadap tragedi Kanjuruhan ini.

“Makanya masyarakat sekarang ini tidak puas dengan penegakan hukumnya,” jelasnya.

 

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul: Polisi Tetapkan 7 Tersangka Penganiayaan dan Perusakan Kantor Arema FC di Malang, Pelaku Bertambah?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com