MALANG, KOMPAS.com – Pihak Kepolisian Resor Kota (Polresta) Malang Kota menetapkan tujuh tersangka terkait aksi demonstrasi di Kantor Arema FC yang berujung ricuh pada Minggu (29/1/2023).
Tujuh tersangka aksi ricuh itu adalah Adam Rizky (26), Moch Fauzi (24), Nouval Maulana (21), Arion Cahya (29), Cholid Aulia (22), Maulana Feri Krisdianto (27) dan Fanda Hariyanto alias Ambon Fanda (34).
Maulana Feri Krisdianto dan Fanda Hariyanto dikenakan Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 14 UU RI No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 15 UU RI No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Baca juga: 2 Pelaku Perusakan Bus Arema FC di Sleman Ditangkap, Motifnya Kecewa
Sedangkan, lima tersangka lainnya dikenai Pasal 170 KUHP dan Pasal 170 ayat 2e KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara.
Ancaman pidana pada pasal ini lebih berat dibandingkan dengan ancaman pidana pada pasal yang diterapkan terhadap terdakwa tragedi kericuhan di Stadion Kanjuruhan.
Kelima terdakwa tragedi Kanjuruhan dijerat dengan Pasal 359 dan 360 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan orang lain meninggal. Ancaman pidananya maksimal 5 tahun penjara.
Baca juga: Sidang Tragedi Kanjuruhan, Hakim Tolak Eksepsi 3 Terdakwa Polisi
Pakar Hukum Pidana Universitas Brawijaya (UB), Fachrizal Afandi mengatakan, kasus perusakan memang melanggar hukum. Namun, perlu ditelusuri kausalitas dari kasus tersebut.
Menurut Fachrizal, jangan sampai penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak kepolisian justru menimbulkan kesan polisi tebang pilih. Sebab, demo di kantor Arema FC merupakan rentetan dari ketidakpuasan atas penegakan hukum tragedi Kanjuruhan.
“Jangan sampai yang reaksioner ini (penegakan hukum demo ricuh di kantor Arema FC), jangan sampai masyarakat menganggap ini tebang pilih,” katanya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (3/2/2023).
Fachrizal meminta jaksa peneliti lebih aktif mengoreksi pasal yang diterapkan oleh pihak kepolisian dalam menangani kasus demo ricuh di kantor Arema FC.
“Jaksa peneliti harus aktif, apakah penerapan pasalnya tepat, kalau tidak tepat harus diubah,” jelasnya.
Fachrizal melihat, demo yang berujung ricuh di kantor Arema FC seharusnya menjadi bahan introspeksi bagi penegak hukum untuk serius menangani perkara tragedi Kanjuruhan.
“Ini harus menjadi introspeksi pada pihak kepolisian. Sampai kapan seperti ini. Makanya harus serius mengusut kasus Kanjuruhan ini. Tidak berhenti di lima orang terdakwa itu,” jelasnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.