SURABAYA, KOMPAS.com - Sebanyak delapan Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) NasDem Surabaya ramai-ramai menyatakan mundur dari kepengurusan partai.
Keputusan itu dibuat lantaran mereka merasa tidak puas dengan kepemimpinan Ketua DPD NasDem Surabaya, Robert Simangunsong.
Baca juga: Wali Kota Surabaya: Ada Warga Berikan Bukti ASN Minta Uang untuk Rekrutmen Tenaga Kontrak
Salah satu Wakil Ketua DPD Bidang Pemenangan Pemilu, Onny Philippus mengungkapkan alasan mengapa delapan pengurus itu mundur dari DPD Partai NasDem Surabaya.
Ia mengungkapkan, keputusan mundur dari Partai NasDem itu salah satunya karena DPP Partai NasDem tak segera mengganti Robert dari pucuk pimpinan DPD NasDem Surabaya.
"Kami meminta saudara Robert Simangunsong diganti. Namun karena itu tak dilakukan (DPP Partai NasDem), kami memilih mengundurkan diri dari kepengurusan DPD NasDem Kota Surabaya," kata Onny di Surabaya, Senin (30/1/2023).
Baca juga: Harga Tiket Kereta Panoramic Bandung-Surabaya Rp 1,1 Juta, Jakarta-Bandung Rp 350.000
Secara keseluruhan, Onny menyebutkan, ada delapan alasan mengapa pihaknya tegas mendesak DPP Partai NasDem mencopot Robert.
Salah satunya, ia menilai Robert kurang transparan dalam penggunaan dana bantuan politik (Banpol).
Bahkan, lanjut dia, pengurus tidak pernah diajak membahas dana banpol, baik sejak perencanaan, penggunaan, maupun pertanggungjawaban dalam rapat pengurus harian DPD.
"Padahal, anggaran Banpol NasDem cukup besar. Dengan total suara NasDem Surabaya pada pemilu 2019 yang mencapai 86.264 suara, maka dana banpol yang didapat mencapai Rp 517 juta (Rp 6.000 per suara)," ujar dia.
Baca juga: Anak 16 Tahun di Surabaya Dibacok 8 Remaja, Pelaku Diduga Kelompok Dar Der Dor
Jumlah tersebut meningkat tahun ini karena anggaran banpol mengalami kenaikan, dari Rp 6.000 menjadi Rp 12.000 per suara. Sehingga, Banpol NasDem diperkirakan mencapai Rp 1,03 miliar untuk tahun ini.
Lantaran tak ada transparansi mengenai penggunaan anggaran dana Banpol, ia menyebut, kerja-kerja di internal organisasi DPD NasDem Surabaya menjadi terganggu.
"Padahal (banpol) itu harusnya digunakan untuk pendidikan pemilih. (Karena tidak transparan) akibatnya, ada sejumlah agenda yang terganggu," ungkap dia.
Baca juga: Jelang Piala Dunia U-20, Tahura Pakal Surabaya Disiapkan untuk Jamu Turis
Alasan lainnya, Robert dianggap belum tuntas menyusun Dewan Pimpinan Cabang (DPC) atau pengurus tingkat kecamatan dan Dewan Pimpinan Ranting (DPRt).
Dari 31 kecamatan di Kota Surabaya, masih ada 6 kecamatan yang belum tuntas terbentuk kepengurusannya.
"Kakak Robert juga tidak mampu membentuk DPRt NasDem se-Kota Surabaya yang dibuktikan secara legalitas," tandasnya.
Baca juga: Bisa Bikin Stunting, Dosen UM Surabaya: Ini 8 Bahaya Bayi Diberi Kopi