BATU, KOMPAS.com - Warga perumahan Sengkaling Residence yang berada di Jalan Ir Soekarno, Kota Batu, Jawa Timur terpaksa berswadaya mengeluarkan uang puluhan juta rupiah untuk membenahi tanggul ambrol di kawasan tersebut.
Salah satu warga, Bambang Priyo Utomo mengatakan, tanggul tersebut ambrol pada 28 November 2022 sekitar pukul 14.00 WIB.
Saat itu kondisi cuaca tidak hujan atau cerah berawan, tetapi Daerah Aliran Sungai atau DAS Brantas cukup deras.
"Kemungkinan daerah yang di atas hujan lebat sehingga debit air meningkat, biasanya memang seperti itu, kemungkinan longsornya karena tergerus dari aliran sungai ini," kata Bambang saat ditemui Minggu (18/12/2022).
Area yang longsor sepanjang 60 meter, lebar 6 meter dan tinggi 10 meter.
Sebelumnya, pada area itu terdapat tempat budidaya tanaman anggrek yang dikelola oleh ibu-ibu perumahan.
Baca juga: Goa Pinus di Kota Batu: Daya Tarik, Harga Tiket, Jam Buka, dan Rute
"Ini fasum, cuma perumahan kami belum serah terimakan PSU ke Pemkot, masih atas nama developer. Dulunya ini ada dua green house anggrek yang dikelola ibu-ibu, kemudian dilepas karena posisinya menggantung mau ambrol," katanya.
Setelah peristiwa tersebut, pihaknya melapor ke Kantor Kelurahan Dadaprejo, yang kemudian ditangani oleh petugas Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Kota Batu.
Pada saat itu, lokasi kejadian dipasangi garis polisi sebagai tanda agar warga tidak beraktivitas di sekitarnya.
"Kemudian kami coba sounding lagi kira-kira bantuan apa yang sifatnya darurat untuk meng-cover ini supaya tidak meluas, karena mengingat kondisinya seperti ini konturnya, perumahan kami juga tanah urukan. Terus dapat bantuan terpal, itu hanya menutup tanah yang diatas supaya tidak tergerus, mengantisipasi longsor susulan karena hujan terus," katanya.
Selanjutnya, warga menerima bantuan material berupa batu, pasir dan besi untuk membangun tanggul tersebut kembali. Namun, bantuan belum dapat memenuhi kebutuhan pembangunan keseluruhan.
Selain itu, untuk pengerjaan pembangunan tanggul juga dibebankan kepada warga seluruhnya.
"Material batu rencana 11 rit kurang 1 rit, pasir 5 rit sama besi, satu rit itu setara dump truk yang besar. Cuma eksekusinya diserahkan kepada warga, sedangkan jumlah warga terbatas, juga material yang dikirimkan itu sifatnya hanya penanganan darurat sehingga jauh dari kebutuhan untuk mengembalikan seperti semula," katanya.
Baca juga: Melihat Kesiapan Museum Angkut di Kota Batu Hadapi Libur Natal dan Tahun Baru…
Kondisi itu dinilai memberatkan warga lantaran harus swadaya. Dalam tahap pertama pembangunan menghabiskan biaya sekitar Rp 23 juta untuk menyewa alat berat secara mandiri yang digunakan menata tanah.
"Kami swadaya, awalnya menggunakan tenaga manusia, ternyata tidak selesai, hujan juga, karena material yang cukup banyak. Kemudian kami mendatangkan alat berat yang swadaya dari masyarakat, untuk membuat galian pondasi, ini estimasi empat hari habisnya sekitar Rp 23 juta, dengan catatan cuaca cerah, ini baru hari pertama," katanya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.