10 Oktober 2022
Irjen Nico Afinta yang 10 hari memimpin proses investigasi Tragedi Kanjuruhan turut dicopot dari jabatannya.
Pencopotannya diumumkan melalui surat telegram nomor ST/2134/X/KEP/2022 tanggal 10 Oktober 2022. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menggeser posisi Nico menjadi Staf Ahli Bidang Sosial Budaya Kapolri.
Selain itu, salah satu keluarga korban tragedi Kanjuruhan, Devi Athok Yulfitri mengajukan otopsi pada kedua putrinya, Natasya Debi Ramadani (16) dan Naila Debi Anggraini (13) yang tewas dalam tragedi Kanjuruhan 1 Oktober lalu.
Hal itu dia lakukan lantaran Devi Athok meyakini bahwa kematian kedua anaknya akibat lontaran gas air mata yang ditembakkan personel Brimob saat kejadian tersebut, yang sebelumnya sempat disangkal oleh kepolisian.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan Jadi Motivasi Shin Tae-yong Bawa Indonesia Juara Piala AFF 2022
14 Oktober 2022
TGIPF melaporkan 35 poin kesimpulan dari hasil investigasi terhadap PSSI, PT LIB, Panitia Pelaksana, Security Officer, aparat keamanan, dan suporter.
TGIPF juga memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada PSSI, PT LIB, Panpel Arema FC, Security Officer, Polri, TNI, Kemenpora, Kemen PUPR dan Kemenkes, Kemensos.
Salah satu rekomendasi yang diberikan adalah supaya Polri melakukan otopsi pada jenazah untuk mengidentifikasi secara pasti penyebab tragedi.
Baca juga: Novita, Korban Tragedi Kanjuruhan, Diizinkan Pulang Setelah 50 Hari Dirawat di RSSA Malang
16 Oktober 2022
Devi Athok menandatangani surat pembatalan otopsi jenazah kedua putrinya diduga mendapatkan tekanan dari sejumlah oknum.
Pembatalan mendadak ini kemudian mematik reaksi keras dari Tim Gabungan Aremania. Otopsi seharusnya dilaksanakan pada 20 Oktober 2022.
19 Oktober 2022
Rekonstruksi menghadirkan tiga tersangka Polri dan 54 orang saksi. Total ada 30 adegan yang diperagakan tanpa ada adegan penembakan ke arah tribune penonton.
Hal tersebut mengundang perdebatan karena pengakuan saksi mata dan video-video dari lokasi kejadian jelas-jelas memperlihatkan aparat keamanan mengarahkan tembakan gas air mata ke arah tribune penonton.
Baca juga: Novita, Korban Tragedi Kanjuruhan, Diizinkan Pulang Setelah 50 Hari Dirawat di RSSA Malang
20 Oktober 2022
Aremania melakukan long march dari Stadion Gajayana ke depan Balai Kota Malang. Aremania kemudian melakukan aksi diam tanpa orasi. Aksi tersebut sebagai bentuk protes perkembangan kasus yang dirasa lambat.
Setelah aksi pertama, muncul gelombang kedua di lokasi sama. Para Aremania datang dengan nuansa busana hitam dan menuntut sikap tegas dan tanggap untuk keadilan para korban yang meninggal.
Di sisi lain, satu keluarga korban Tragedi Kanjuruhan, Devi Athok Yulfitri bersama kuasa hukum keluarga korban Tragedi Kanjuruhan, yang tergabung dalam Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (Tatak) kembali mengajukan otopsi korban tragedi.
Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (Tatak), Imam Hidayat mengatakan pengajuan otopsi itu dilayangkan kepada Mabes Polri, melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
27 Oktober 2022
Aremania menggelar aksi dengan tuntutan transparansi hasil sidang etik kepada eksekutor penembak gas air mata.
Selain itu, Aremania juga menolak rekonstruksi yang dilakukan Polda Jatim pada 19 Oktober karena dianggap tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Baca juga: Hasil Otopsi 2 Korban Tragedi Kanjuruhan, Patah Tulang Iga dan Pendarahan Hebat di Rongga Dada
31 Oktober 2022
Aremania menggelar aksi damai di Kejari Kota Malang. Dalam orasinya, mereka menuntut Kejati Jawa Timur mengembalikan berkas perkara penyidikan Polda Jatim untuk dilengkapi kembali.
Aremania tidak puas dengan penyidikan Polda Jatim yang menjerat para tersangka dengan pasal kelalaian yang menyebabkan kematian.
Mereka meminta supaya para pelaku dijerat pasal pembunuhan dan pembunuhan berencana.
Selain itu, Aremania juga meminta investigasi dan penyidikan tidak berhenti pada 6 tersangka saja.