KOMPAS.com - Tragedi terjadi usai laga Arema FC versus Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022).
Sebanyak 131 nyawa melayang dalam peristiwa tersebut.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengatakan, berdasarkan hasil penyidikan, korban berjatuhan selepas petugas pengamanan menembakkan gas air mata.
Baca juga: Kapolri: 11 Personel Polisi Tembakkan Gas Air Mata di Kanjuruhan
Ada 11 personel yang menembakkan gas air mata. Sekitar tujuh tembakan diarahkan ke tribune selatan, satu tembakan ke tribune utara, dan tiga tembakan ke lapangan.
"Inilah yang kemudian mengakibatkan para penonton yang ada di tribune tersebut panik, merasa pedih dan berusaha meninggalkan arena," ujarnya dalam konferensi pers di Polres Malang, Kamis (6/10/2022).
Sigit menuturkan, saat penonton berusaha keluar di pintu 3, 11, 12, 13, dan 14, mereka mengalami kendala karena pintu terkunci.
Menurut Kapolri, para steward yang seharusnya berjaga di setiap pintu, tidak berada di tempat saat insiden terjadi. Padahal, keberadaan steward diatur dalam Pasal 21 regulasi terkait keselamatan dan keamanan PSSI.
Baca juga: Kapolri: Sebagian Besar Korban Meninggal Tragedi Kanjuruhan Alami Asfiksia
Dalam pasal itu dikatakan bahwa steward harus berada di tempat selama penonton belum meninggalkan stadion.
Kapolri menerangkan, kendala lainnya yang membuat para suporter kesulitan untuk keluar ialah adanya besi melintang setinggi lima sentimeter.
"Apalagi kalau pintu tersebut dilewati penonton dalam jumlah banyak. Sehingga kemudian terjadi desak-desakan yang kemudian terjadi sumbatan di pintu tersebut hampir 20 menit," ungkapnya.
Baca juga: Ini Peran 6 Tersangka dalam Tragedi Kanjuruhan
Sigit membeberkan, petugas menembakkan gas air mata usai melihat banyaknya massa yang merangsek ke lapangan Stadion Kanjuruhan.
Saat pertandingan berakhir, terang Sigit, sejumlah suporter memasuki lapangan. Namun, jumlahnya kemudian bertambah.
Tembakan gas air mata itu dimaksudkan untuk menghalau suporter lainnya agar tidak turun ke lapangan.
"Di satu sisi tembakan tersebut dilakukan dengan maksud penonton yang hendak turun ke lapangan bisa dicegah," tuturnya.
Baca juga: Kapolri Tetapkan 6 Tersangka Tragedi Kanjuruhan, 3 di Antaranya Polisi
Usai "hujan" gas air mata di Stadion Kanjuruhan, penonton menjadi panik.
Kapolri memaparkan, sebagian besar korban jiwa dalam tragedi Kanjuruhan mengalami asfiksia.
Asfiksia adalah kondisi kekurangan oksigen pada tubuh yang salah satunya disebabkan karena menghirup zat kimia.
Baca juga: Malam Kelam di Stadion Kanjuruhan, Apa Alasan Polisi Tembakkan Gas Air Mata?
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.