KOMPAS.com - Seorang remaja berusia 16 tahun menceritakan pengalaman traumatis yang sempat membuatnya berada di “ambang kematian” dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur Sabtu (1/10/2022.
Dia mengalami berbagai hal, mulai dari tembakan gas air mata, desak-desakan mencari jalan keluar, hingga berada di antara tumpukan manusia.
Sempat terucap dari mulutnya, ”kalau mati di sini tak apa-apa”.
Di tempat terpisah, seorang ayah menceritakan momen-momen terakhir berkomunikasi dengan kedua anaknya sebelum mereka tewas, Sabtu lalu.
Wartawan BBC News Indonesia, Raja Eben Lumbanrau, bertemu dengan mereka di Malang.
Baca juga: Malam Kelam di Stadion Kanjuruhan, Apa Alasan Polisi Tembakkan Gas Air Mata?
Aulia Rachman, 16 tahun, berasal dari keluarga yang mencintai sepak bola, terutama klub Arema Malang.
Menyaksikan Arema Malang bertanding merupakan suatu kewajiban baginya dan khususnya, sang ayah.
[BBC News Indonesia telah mendapatkan izin dari Maksum (ayah) dan Lila (kakak) untuk mewawancarai Aulia Rachman]
“Arema Malang adalah simbol untuk arek Malang. Ini tentang harga diri dan identitas,” kata Aulia kepada BBC Indonesia di teras Stadion Kanjuruhan, Malang, Senin malam (3/10).
Tidak seperti biasanya, Yayak, begitu teman memanggilnya, mendapat nasihat dari orang tua sebelum berangkat menyaksikan pertandingan antara Arema Malang lawan Persebaya, Sabtu, (1/10/2022).
“Kalau dulu saat izin berangkat tidak dinasihati. Kalau yang kemarin bilang ‘hati-hati yo le‘ [hati-hati ya nak],“ kata Aulia.
Baca juga: Kronologi Lengkap Tragedi Kanjuruhan: Persiapan Pengamanan, Kerusuhan, hingga Penetapan Tersangka
Dia kemudian berangkat dan tiba di stadion pukul 17:00 WIB. Tiket didapat dari calo seharga Rp 70.000.
Setelah berbincang-bincang dengan temannya, Aulia masuk ke dalam stadion selepas azan Magrib dan menuju Tribun 14.
“Saya sama teman tujuh orang di belakang pagar paling bawah. Saya pasang tulisan psywar dan jaga di sana,“ tutur Aulia
Di sebelahnya Aulia terdapat banyak penonton balita, anak-anak, ibu-ibu, bapak-bapak, hingga lanjut usia.
Baca juga: Kronologi Lengkap Tragedi Kanjuruhan: Persiapan Pengamanan, Kerusuhan, hingga Penetapan Tersangka
Saat itu Aulia dan para penonton lain di Tribun 14 terlihat bahagia, penuh tawa, dan bersemangat.
“Di sebelah saya ada seorang ibu memberikan jajanan tahu,“ katanya, mengenang. Hingga sekarang dia tidak mengetahui bagaimana nasib ibu itu.
Yayak mengingat pertandingan babak pertama berlangsung dengan meriah lantaran Arema berhasil menyamakan kedudukan walau sempat tertinggal 0-2.
Besarnya antusias penonton yang berdiri, membuat Aulia memutuskan pindah ke bagian atas tribun untuk melihat jalannya pertandingan.
Baca juga: Kronologi Lengkap Tragedi Kanjuruhan: Persiapan Pengamanan, Kerusuhan, hingga Penetapan Tersangka
Pada menit ke-51, Persebaya mencetak satu gol tambahan sekaligus mengunci keunggulan hingga peluit akhir pertandingan dibunyikan.
Setelah itu, waktu berputar dengan sangat cepat.
“Saat pertandingan berakhir, saya melihat satu-dua orang dari tribun saya turun ke lapangan. Petugas menangkap mereka. Lalu semakin banyak yang turun [ke lapangan],“ katanya.
Aparat lantas melepaskan rentetan tembakan gas air mata ke berbagai titik.
“Kemudian Tribun 10 sampai 14 langsung empat tembakan [gas air mata]. Di depan saya banyak asap, saya tidak kuat dan coba turun [ke tangga keluar stadion],” katanya.