BANYUWANGI, KOMPAS.com - Sebanyak 15 orang anggota tim reaksi cepat diterjunkan melakukan nekropsi terhadap bangkai paus yang terdampar di Banyuwangi, Jawa Timur.
Tim tersebut berasal dari Sekolah Ilmu Kesehatan dan Ilmu Alam (SIKIA) Universitas Airlangga (Unair) Banyuwangi.
Belasan orang tersebut yakni enam dokter hewan dari Unair, dibantu sembilan orang asisten dosen untuk proses nekropsi.
Nekropsi merupakan tindakan bedah bangkai hewan, sebagai bagian dari investigasi medis.
Tindakan ini dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan atau kelainan pada anatomi tubuh hewan secara keseluruhan.
Dalam hal ini, tindakan tersebut dilakukan secara runut dan sistematis baik dari anatomi luar maupun dalam tubuh paus sperma yang mati terdampar di Banyuwangi.
"Ini merupakan permintaan dari BPSPL Denpasar Wilker Banyuwangi dan BKSDA Jatim," kata salah satu dokter hewan Unair Banyuwangi, Aditya Yudhana, Rabu (3/8/2022).
Aditya mengatakan, paus sperma tersebut sudah mati pada Senin (1/8/2022) sekitar pukul 18.00 WIB.
Namun, proses respirasi dari tubuh paus itu tidak ada. Sehingga mamalia laut raksasa tersebut dinyatakan mati.
"Sejak Selasa siang kita lihat pembusukan sudah berjalan. Tapi masih masuk kode dua atau baru mati. Nanti perlahan akan masuk ke kode tiga, mulai proses penimbunan gas, biasanya terlihat setelah kulit mengelupas," ucapnya.
Baca juga: Paus Sperma yang Terdampar di Pesisir Banyuwangi Berakhir Mati
Diambil Sampel
Aditya mengatakan, pengambilan sampel bangkai paus tidak dilakukan secara menyeluruh, sebab kematian paus itu lebih dari 24 jam.
Dijelaskan, pembusukan pada organ dalam telah terjadi pada 24 jam masa kematian paus. Sehingga hanya diambil jaringan kulit bagian luar, sampai bagian daging.
"Kita sepakati, kita ambil sampel yang memungkinkan untuk diperiksa. Jika organ dalam itu sudah busuk sehingga jika kita paksakan hasilnya juga tidak maksimal. Diambil dulu, masih kita awetkan dulu di lab," terang Aditya.
Selanjutnya, jaringan kulit dan daging itu bakal diuji DNA dan uji akumulasi serta polutan organik.
Namun, butuh proses lama untuk mendapatkan hasil pengujian tersebut. Minimal selama tiga bulan.
"Hasil uji lab sedikit banyak akan bisa mengungkap penyebab kematian. Kita analogikan kayak puzzle. Memang tidak utuh, tapi sudah muncul gambaran yang lebih utuh. Pencemaran organik di laut yang sekiranya membahayakan itu bisa terakumulasi di jaringan yang kita ambil itu," tegasnya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.