Agus berharap pemerintah turun tangan untuk menyelesaikan persoalan harga porang yang jatuh.
Setidaknya harga porang bisa naik kisaran Rp 6.000 hingga Rp 6.500 baru petani bisa mengembalikan KUR dan mendapatkan sedikit keuntungan.
Ia mengingatkan, saat itu pemerintah yang mendorong petani untuk menanam porang agar dapat meningkatkan kondisi ekonomi petani.
Bahkan pemerintah saat itu memfasilitasi petani dapat menanam di lahan Perhutani serta mendapatkan pinjaman bunga rendah dari bank milik negara.
“Kami minta pemerintah turun tangan untuk mengendalikan itu. Terus kedua, dari pihak perbankan ada solusi atau keringanan atau seperti itu. Paling tidak ada solusi seperti keringanan kepada petani,” imbuh Agus.
Baca juga: BRIN Teliti Porang sebagai Bahan Minuman Sehat Kaya Prebiotik
Untuk bertahan dan memenuhi kebutuhan harian, petani porang di Gemarang banyak mengandalkan dari hasil panen cengkeh.
Kendati demikian hasilnya tidak maksimal lantaran kondisi cuaca yang tidak mendukung.
Senada dengan Agus, Warsito, Ketua KPH Lestari Makmur Desa Ngranget, Kecamatan Dagangan mengeluhkan harga porang yang tak kunjung membaik usai China menutup keran ekspor sejak pertengahan tahun lalu.
Bahkan harga porang di tingkat petani pernah jatuh hingga Rp 1.800 perkilogram.
Padahal saat itu, untuk membeli bibit petani mengeluarkan ongkos yang mahal. Kendati demikian, banyak petani yang nekat bertanam porang saat itu lantaran kepincut dengan harga panennya yang tinggi.
Baca juga: Dugaan Korupsi Pupuk Bersubsidi Rp 2 M di Madiun, Jaksa Periksa 2 Staf Petrokimia Gresik
Untuk menanam porang, kata Warsito, selain meminjam di bank, beberapa petani nekat menjual kendaraan hingga hewan ternak.
Setelah hampir setahun menam porang, harga komoditas unggulan itu kini jatuh.
Lantaran harga masih buruk, banyak petani di kampung halamannya memilih tak memanen terlebih dahulu. Para petani menunggu harga porang membaik di pasaran baru melakukan panen raya.
“Kalau kepepet yang terpaksa dibongkar karena kebutuhan mendesak. Petani tidak punya pilihan sehingga terpaksa menjual hasil panenya. Petani pemula saat ini banyak mengeluh membeli bibit sudah mahal sementara saat panen harganya drop. Itu yang menjadi ketimpangan,” demikian Warsito.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.