Dari harga penjualan itu, petani tidak akan dapat menutup utang sekaligus membayar bunga ke bank.
Hitungannya, utang petani sebesar Rp 50 juta sementara panen hanya mendapatkan hasil Rp 20 juta. Maka petani mengalami minus Rp 30 juta.
“Kalau kami panen sekarang akan rugi. Apalagi petani yang modalnya dari KUR,” tutur Agus.
Saat ini, harga porang di tingkat petani masih berkisar Rp 2.000 per kilogramnya. Lantaran harga hancur, banyak petani yang memilih tidak memanen porang tahun ini.
Petani akan memanennya bila harganya sudah membaik. Terlebih penundaan panen tidak akan berpengaruh pada kualitas porang .
“Ini waktunya panen. Dan hasil panennya sebenarnya bagus.Kami menunggu harga baik dulu baru panen,” kata Agus.
Hanya saja petani kebingungan dengan pengembalian pinjaman yang jatuh temponya mulai bulan depan.
“Saya sudah dikasih info dari bank bulan depan harus mengembalikan pinjaman plus bunganya ke bank,” tutur Agus.
Agus mengatakan sampai saat ini belum ada kebijakan dari pihak bank yang memberikan keringanan bagi petani di tengah merosotnya harga porang di pasaran.
Bila tidak ada keringanan maka petani akan memilih transmigrasi untuk melunasi hutang di bank.
“Sampai saat ini belum ada kabar kebijakan keringanan dari banknya. Mungkin kalau semua harus melunasi enggak solusi. Bisa jadi petani memilih transmigrasi. Karena untuk bayar hutang di bank kami harus menjual hasil panen dengan tanahnya baru bisa lunas,” kata Agus.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.