Tadi lantas mencontohkan dirinya. Meski dirinya merupakan pemuka agama Hindu di desa setempat, namun kakak pertamanya yang berjenis kelamin perempuan memeluk agama Kristen.
Sementara kakak kedua Tadi yang berjenis kelamin laki-laki, memilih untuk menganut agama Islam.
Namun karena mereka masing-masing telah berkeluarga, sehingga tinggal di rumah yang berbeda.
Kendati demikian, antara rumah Tadi dengan kakak-kakaknya yang berbeda agama tersebut saling berdampingan.
Terlebih Tadi mengaku, dirinya dengan Sutrisno (pemuka Kristen) maupun dengan Titis Sutarno selaku ketua takmir Masjid Miftahul Huda saat ini, juga masih memiliki hubungan kekeluargaan.
"Terus bagaimana kalau sampai ada konflik? sebab satu keluarga bisa berbeda agama. Pak Titis itu masih kerabat dengan saya, kemudian Pak Sutrisno itu masih kerabat dengan istri saya," tutur Tadi.
Baca juga: Puluhan Ekor Burung Tempat Wisata di Lamongan Hilang Dicuri, Ternyata Ulah Pegawai Sendiri
Atas dasar-dasar tersebut, baik Tadi maupun Sutrisno mengaku, selama dirinya lahir hingga saat ini belum pernah menjumpai adanya gesekan antar umat beragama di Desa Balun.
Sebab masyarakat Desa Balun sudah menyadari, prinsip toleransi kehidupan beragama yang harus mereka junjung dalam kehidupan sehari-hari.
"Kalau hubungan sosial bersama-sama, tapi kalau soal agama atau keyakinan baru urusan masing-masing," ucap Tadi.
Menurut pengetahuan Tadi selama ini, tidak jarang pula warga yang ada di Desa Balun berpindah agama.
Salah satu faktornya karena menjalani pernikahan. Meski demikian, warga dan pihak keluarga tetap menghormati atas keyakinan yang dipilih.
"Kebanyakan yang pindah agama itu karena perkawinan, tidak ada karena sebab yang lain dan itu sudah biasa di sini. Kalau sudah seperti itu, ya dipasrahkan kepada yang menjalani," kata Tadi.
Tadi juga membenarkan cerita Sutrisno, agama Hindu di Desa Balun mulai eksis usai peristiwa G30S/PKI, dengan dirinya memeluk agama Hindu mengikuti orangtua. Adapun pemeluk agama Hindu di Desa Balun saat ini, dikatakan sudah sekitar 60-an keluarga, sebanyak 266 orang.
Baca juga: Kelelahan akibat Bongkar Muat, Sopir Truk di Lamongan Ditemukan Tewas di Dalam Kabin
Kendati warga di Desa Balun sudah terbiasa dengan toleransi antar umat beragama yang berlangsung, namun para pemuka masing-masing agama di Desa Balun juga mewanti-wanti kepada generasi mudanya supaya tetap menghormati perbedaan yang ada.
"Seperti kemarin ada dialog pemuda yang digelar di desa tentang kebinekaan, ya kami arahkan mereka (pemuda Hindu) untuk ikut, untuk membuka wawasan mereka," kata Tadi.
Sementara Sutrisno menambahkan, praktik toleransi beragama di Desa Balun dapat disaksikan begitu terasa ketika ada perayaan hari besar agama.
Di mana pemeluk agama lain, turut membantu dalam pelaksanaan kegiatan agama yang sedang memperingati.
"Seperti saat shalat Idul Fitri dan Idul Adha juga pas tarawih, yang jaga sepeda di parkiran itu warga Kristen dan Hindu. Sementara saat Natal, yang dari Islam dan Hindu itu kami undang. Saat umat Hindu yang ada acara keagamaan, kami dan yang dari Islam turut membantu. Begitu pula saat ada warga yang meninggal dunia, kami semua ikut membantu," ujar Sutrisno.
Baca juga: Kesulitan Ungkap Kasus Pembuangan Bayi di Lamongan, Polisi: Pembuang Bukan Warga Setempat