Kendati lokasi tiga tempat ibadah tersebut cukup berdekatan, namun toleransi dan saling menghargai antar umat beragama terpelihara dengan baik tanpa adanya gesekan di antara mereka.
Gambaran yang membuat desa seluas 621,103 hektar tersebut, kemudian ditetapkan sebagai Desa Pancasila.
Ketua GKJW Jemaat Lamongan Wilayah Balun atau pemuka agama Kristen di Balun, Sutrisno (64) mengatakan, toleransi beragama sudah terjalin harmonis di Desa Balun sejak beberapa tahun silam.
Agama Kristen dan Hindu, mulai eksis di Desa Balun pasca tragedi percobaan kudeta negara yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) atau yang dikenal dengan Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI).
"Setelah kejadian G30S/PKI, pemerintah kan kemudian menganjurkan kepada penduduk untuk mengikuti agama-agama yang diakui oleh negara. Kemudian pada tahun 1967, warga di sini mulai ada yang memeluk agama Kristen," ujar Sutrisno, ketika ditemui di kediamannya.
Baca juga: Ananda, Pebalap Asal Lamongan yang Wakili Indonesia dalam MXGP 2022 di Sumbawa, Pernah Raih Emas PON
Sutrisno menjelaskan, pada saat itu ada salah seorang warga Desa Balun bernama Asman yang sempat menemukan seperti potongan kitab injil.
Temuan tersebut kemudian dilaporkan kepada kepala Desa Balun waktu itu, yang kemudian turut memeluk agama Kristen diikuti beberapa warga lain.
"Saat itu ada Angkatan Darat namanya Pak Bati, yang kemudian menjabat sebagai kepala desa pertama, yang ikut memeluk agama Kristen setelah Pak Asman menemukan potongan kitab Injil tersebut," ucap Sutrisno.
Baca juga: Gresik Terima 3.000 Dosis Vaksin PMK, Suntikan Pertama untuk Sapi di Siwalan
Pensiunan guru ini menceritakan, pada awalnya ada sekitar 98 orang warga di Desa Balun yang dilakukan baptis, dan menyatakan diri masuk memeluk agama Kristen.
Kemudian terus berkembang hingga kini, dengan saat ini pemeluk agama Kristen di Desa Balun dikatakan sudah mencapai sebanyak 672 jiwa, 189 keluarga.
Sebab dalam satu keluarga yang ada di Desa Balun, juga terdapat yang memeluk keyakinan berbeda. Bahkan, ada pula dalam satu dinasti kekeluargaan itu yang memeluk agama Islam, Kristen dan Hindu.
"Mengapa rukun? karena warga di sini menyadari semua masih saudara, juga mungkin karena karunia Tuhan. Sebab Tuhan masih menghendaki," kata Tadi (54), pemangku Pura Sweta Mahasuci Balun.
Baca juga: Pilkades Serentak 61 Desa di Lamongan Dipantau Langsung Kemendagri