Namun, Daim sama sekali tidak goyah. Ia menutup telinganya rapat-rapat dan yakin kelak akan ada hasil manis yang akan dinikmatinya.
Menurut Daim, pohon jati dan sengon hanya bertahan sementara untuk menyerap air hujan. Sebab, saat pohon itu dipanen, hutan akan kembali gundul dan menyebabkan erosi lagi.
Aktivitas keluar masuk hutan lebih rutin dilakoni saat menanam pohon pinang. Semak belukar hutan yang lebat dibukanya dengan arit kecil dan cangkul.
Untuk memudahkan aksesnya, Daim menyempatkan membawa batu saat berangkat ke hutan. Satu per satu batu itu ditata hingga jadi jalan setapak.
Bertahun-tahun Daim menanam pohon pinang seorang diri di lahan seluas 14 hektare tepat di sisi barat lereng Gunung Lemongan. Tidak jarang hewan liar ditemuinya, mulai dari kera, rusa, babi hutan, hingga ular.
"Kalau ular masih banyak, yang pernah saya temui dan hampir saya injak kira-kira empat meter panjangnya, kalau selongsongnya itu yang lebih besar lagi sering saya ketemu, ya sepohon pinang yang besar ini lah," ucapnya.
Tahun demi tahun, Daim dengan tekun menebar bibit pinang tanpa hasil berarti yang bisa dibawanya pulang ke rumah. Tanaman hutan yang bisa dimakan, setiap harinya dibawa pulang untuk membuat dapurnya tetap mengepulkan asap.
Akhirnya, 11.000 pohon berhasil tumbuh. Ketinggian pohon rata-rata sudah mencapai tujuh meter. Dari sana, sekitar 8 ton buah pinang dihasilkan setiap tahun. Kini harganya pun sudah tinggi, yakni Rp 11.000 per kilogram.
Baca juga: Pasar Hewan Tutup, Pedagang di Lumajang Nekat Jualan Kambing di Pinggir Jalan
Ibarat orang berpuasa, Daim mulai menikmati lebaran dari hasil kerja kerasnya bertahun-tahun. Saat itu mulai banyak yang melirik Daim. Termasuk petugas penyuluh pertanian setempat. Mereka merasa yang dilakukan Daim sungguh luar biasa.
Hebatnya, semua itu dilakukan Daim tanpa bimbingan guru dan metode pembelajaran bangku sekolah apalagi perguruan tinggi. Ia mempelajari alam secara otodidak berdasarkan naluri yang diberikan Tuhan kepadanya.
Selain mengembalikan fungsi hutan dan menjaga kelestariannya, Daim juga mampu membangun pondasi ekonomi yang kuat untuknya dan warga sekitar. Sebab, banyak orang yang mulai mengikuti langkah Daim menanam pinang.
Selain itu, tumbuhan pakis yang tumbuh dibawah rimbunnya pepohonan pinang milik Daim juga kerap dimanfaatkan warga sekitar untuk dimasak bahkan dijual ke pasar.
"Mulai banyak sekarang yang ikut nanam, warga juga banyak yang ambil rumput untuk ternak, kalau saya panen juga pasti melibatkan warga sekitar paling tidak delapan orang yang ikut," ucapnya.
Para penyuluh pertanian tanpa ragu mengusulkan nama Daim untuk dianugerahi penghargaan sebagai pelopor lingkungan. Berbagai berkas yang dibutuhkan dan portofolio perjalanan Daim telah disusun.
Sayangnya, ganjalan lagi-lagi datang. Kali ini dari perusahaan BUMN yang bergerak di wilayah kehutanan.
Perusahaan pelat merah itu menganggap kegiatan Daim ini ilegal. Sebab, yang dilakukannya selama ini dengan menghidupkan kembali fungsi hutan yang telah lama mati dianggap tidak berizin.