Dalam situasi normal sebelum terjadi wabah PMK, kata Nanang, dinas terkait di daerah tidak membutuhkan SOP khusus dalam menerbitkan SKKH. Namun, hal itu berbeda ketika berada dalam situasi wabah PMK.
"Bisa saja kami terbitkan SKKH hanya berdasar pada hasil pemeriksaan luar terhadap hewan ternak berdasarkan ada tidaknya indikasi terjangkit PMK. Tapi ini sulit kami pertanggungjawabkan secara keilmuan," terangnya.
"Misalnya hari ini satu truk sapi sehat berdasarkan pemeriksaan luar, tidak ada gejala termasuk suhu badannya. Bisa jadi baru besok atau lusa gejala itu muncul," tambahnya.
Baca juga: Ada Wabah PMK, Dispertan Sukoharjo Jamin Ketersediaan Hewan Kurban Idul Adha
Idealnya, kata Nanang, pemeriksaan kesehatan hewan terutama sapi disertai pengambilan sampel spesimen untuk diuji di laboratorium. Namun, hal itu jelas tidak realistis karena membutuhkan waktu terlalu lama karena keterbatasan jumlah laboratorium.
Selain masalah prosedur pemeriksaan, petunjuk teknis dari Kementerian Pertanian juga diperlukan terkait durasi masa berlakunya SKKH.
Menurutnya, pada situasi normal, SKKH dapat berlaku selama satu bulan tapi tentu tidak tepat jika durasi satu bulan juga berlaku bagi SKKH pada masa wabah PMK.
"Akibatnya bagi dinas seperti Kabupaten Blitar yang masih bersedia menerbitkan SKKH ini, kami berat sekali melakukannya. Karena ini menyangkut pertanggungjawaban pada validitas SKKH yang kami terbitkan," kata Nanang.
"Sementara teman-teman di dinas terkait di daerah lain cukup banyak yang memilih untuk tidak menerbitkan SKKH sama sekali sebelum ada SOP-nya," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.