Dia sempat berkomunikasi dengan ibunya melalui panggilan video. Namun Wakiah dilarang berbicara, dan hanya bisa melihat anak dan cucunya sambil menangis.
Itu kesempatan pertama dan terakhir mereka berkomunikasi, karena kondisi Wakiah semakin memburuk hingga meninggal dunia empat hari kemudian.
"Bayangkan, saya tidak bisa melihat dan berkomunikasi sama orangtua saya selama 25 tahun, pulang sudah meninggal. Bayangkan bagaimana rasanya hati saya," ucap Subaidah sambil terisak.
Baca juga: Gagal Bekerja di Polandia, 11 TKI Asal Lampung Terkatung-katung di Turki
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Banyuwangi Agung Subastian mengatakan, pemberangkatan PMI non prosedural masih banyak terjadi.
Padahal dengan pemberangkatan nonprosedural, mereka tidak terdata pemerintah dan rentan dieksploitasi serta ditipu seperti Wakiah.
Kerentanan itu semakin besar ketika pekerja migran telah berusia lanjut (lansia), tidak terampil menggunakan gawai, dan kesulitan mengakses alat komunikasi.
Biasanya pekerja migran pulang dalam kondisi meninggal karena tidak memiliki akses komunikasi, entah kehilangan nomor telepon rumah atau memang dilarang majikan.
Sebagian lagi memilih tetap bekerja di luar negeri walau telah lanjut usia, karena tidak ada kerabat di kampung halaman, hingga dia meninggal di sana.
"Kalau yang pengaduan ke kami, yang sakit parah dan meninggal rata-rata para lansia," kata Agung, Sabtu.