Pihaknya meminta agar semua Puskesmas melakukan penguatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada seluruh masyarakat Kota Surabaya.
Termasuk pula upaya pencegahan melalui Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) secara konsisten dalam berkegiatan sehari-hari dan di lingkungan tempat tinggal.
"Selain itu, juga mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk segera mengakses Fasyankes (Puskesmas setempat) apabila mengalami sindrom jaundice," ujar dia.
Di sisi lain, Dinkes juga meminta setiap Puskesmas agar memantau dan melaporkan kasus sindrom jaundice akut secara rutin melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), dengan gejala yang ditandai dengan kulit dan sklera berwarna ikterik atau kuning dan urin berwarna gelap yang timbul secara mendadak.
Baca juga: Libur Lebaran, Kebun Binatang Surabaya Tambah 2 Wahana untuk Tarik Wisatawan
Semua Puskesmas di Surabaya diminta melakukan penguatan jejaring kerja surveilans lintas program dan lintas sektor di masing-masing wilayah kerja.
"Segera memberikan notifikasi (pelaporan melalui SKDR) apabila terjadi peningkatan kasus sindrom jaundice akut maupun penemuan kasus ke Dinkes Kota Surabaya," tambah dia.
Nanik pun menjabarkan sejumlah ciri-ciri anak yang terjangkit hepatitis akut. Mulai dari penurunan kesadaran, Pyrexia (Demam Tinggi), muncul perubahan warna urin (gelap) dan/ atau feses (pucat), Jaundice (terjadinya perubahan warna menjadi kekuningan pada kulit, bagian putih dari mata, dan juga membran mukosa anak) dan Pruritis (gatal pada kulit).
"Selain itu, ciri lain adalah Arthralgia/ myalgia (Nyeri Sendi atau pegal-pegal). Kemudian mual, muntah, atau nyeri perut. Ciri lain yakni, lesu, dan/ atau hilang nafsu makan dan diare," papar dia.
Nanik pun meminta kepada orangtua agar tetap tenang jika menemukan anaknya terjangkit gejala itu.
Selanjutnya, segera membawa anak tersebut ke Fasyankes terdekat untuk dilakukan penanganan dari Tim Medis dan pemeriksaan lebih lanjut.
"Juga, melaporkan ke Puskesmas di wilayah tempat tinggal untuk selanjutnya dilakukan investigasi (penelusuran) sebagai upaya pencegahan penularan," ujar dia.
Baca juga: Tiket Kereta Api Arus Balik Lebaran di Daop 8 Surabaya Terjual 70 Persen
Menurut Nanik, hingga saat ini belum diketahui secara pasti bahaya penyakit ini. Mengingat penyakit ini masih dalam tahap investigasi oleh WHO (organisasi kesehatan dunia).
Berdasarkan laporan dari WHO, sampai saat ini kasus ditemukan pada anak usia 1 bulan sampai dengan 16 tahun.
"Dikarenakan penyebabnya masih belum diketahui, maka penanganan yang dilakukan untuk mengurangi gejala yang timbul," ujar dia.
Meski demikian, Kadinkes pun mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan berhati-hati. Sebagai langkah pencegahan, ia berpesan agar masyarakat tetap menerapkan PHBS secara konsisten dalam berkegiatan sehari-hari dan di lingkungan tempat tinggal.
"Yakni, dengan cara mencuci tangan, meminum air bersih yang matang, makan-makanan yang bersih dan matang penuh, membuang tinja dan/ atau popok sekali pakai pada tempatnya, menggunakan alat makan sendiri-sendiri serta memakai masker dan menjaga jarak," tutur dia.
Sebagai bentuk deteksi dini, kata Nanik, jika menemukan anak dengan gejala-gejala seperti kuning, mual/ muntah, diare, nyeri perut, penurunan kesadaran/ kejang, lesu, demam tinggi pihaknya meminta agar segera mengakses dan memeriksakan ke Fasyankes terdekat.
Juga, membatasi mobilisasi keluar rumah dan luar wilayah sehingga dapat mencegah risiko penularan penyakit.
"Dan terakhir adalah konsisten menerapkan protokol kesehatan dalam berinteraksi sosial dan berkegiatan sehari-hari," imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.