LUMAJANG, KOMPAS.com - Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Begitulah gambaran usaha kue keciput milik Farida (55) warga Desa Selok Besuki, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Usai dua momen lebaran diterjang pandemi Covid-19, kini cobaan lain datang menghampirinya dengan sulitnya mendapatkan minyak goreng serta harganya yang terlampau mahal.
Padahal, momen Lebaran ibarat panen raya bagi pengusaha kue seperti dirinya.
Baca juga: Dilema Penjual Gorengan akibat Minyak Goreng Mahal, Tak Bisa Naikkan Harga karena Takut Kalah Saing
Bagaimana tidak, agen-agen besar berlomba-lomba menyediakan kue yang akan memenuhi toples di tiap rumah.
Romantisme kejayaan masa lalu kini tinggal cerita.
Produksi kue keciput di rumah industri milik Farida biasanya dimulai dua bulan sebelum Ramadhan dan akan menghabiskan 9 ton tepung beras.
Kini, dia baru memulai produksi saat puasa telah memasuki hari kedua. Farida pun hanya akan memproduksi dengan bahan 1 ton tepung beras. Selisih yang sangat jauh dibandingkan kondisi normal.
"Biasanya sejak Rajab sudah mulai produksi, lah ini puasa dapat dua hari baru mulai," kata Farida di rumahnya, Jumat (15/4/2022).
Bahkan, saat mengarungi pandemi yang menimpanya 2 Lebaran terakhir, produksinya tidak alami penurunan separah ini.
Saat itu, ia masih mampu menghabiskan 5 ton tepung beras untuk membuat kue keciput.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.