Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Banyuwangi, Hasan Basri mengatakan, berkurangnya jumlah kapal slerek di Kecamatan Muncar dimulai pada 1992.
Saat itu disahkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Gubernur Jawa Timur dan Bali, terkait jumlah maksimal alat tangkap ikan yang boleh beroperasi di Selat Bali. Aturan itu untuk menghindari over fishing.
Kecamatan Muncar kebagian kuota maksimal kapal slerek 190 pasang. Sementara saat itu jumlahnya melebihi batas maksimal tersebut, hingga diupayakan dikurangi.
Namun kini, jumlah kapal slerek semakin berkurang karena ikan sepi dan banyak yang merugi. Saat ini jumlahnya tersisa sekitar 50 pasang.
"Hasil tangkap untuk Muncar ini semakin hari semakin menurun, semakin bulan semakin menurun. Sehingga jumlah alat tangkap purse seine itu semakin mengurangi," kata Hasan di Muncar, Rabu.
Baca juga: Cerita Nelayan di Banyuwangi, Hasil Tangkapan Tak Menentu, Berharap Bantuan Pemerintah
Selain sumber daya ikan yang cenderung turun setiap tahun, ongkos melaut untuk kapal slerek cukup tinggi, yakni Rp 5 juta sekali berangkat.
Hal itu membuat sebagian juragan darat mengubah kapal slerek mereka tak lagi berpasangan, melainkan memanfaatkan gardan untuk menarik jaring.
Nelayan di Kecamatan Muncar selalu berharap ikan lemuru kembali ramai di perairan Selat Bali. Sehingga, kapal slerek kembali dipasangkan dan perekonomian kembali berjaya.
Hasan mengatakan, dugaan penyebab lemuru hilang karena limbah industri, perubahan iklim, atau karena pola tangkap yang tidak benar, belum terjawab secara pasti.
"Sekarang tergantung alam sudah. Kalau sumber daya ikan meningkat, ya penghasilan nelayan juga akan meningkat. Kalau semakin sedikit, ya penghasilan nelayan turun," kata Hasan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.