Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angka Stunting di Banyuwangi Meningkat, Dinkes Ungkap Penyebabnya

Kompas.com - 09/03/2022, 11:00 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ahmad Su'udi ,
Priska Sari Pratiwi

Tim Redaksi


BANYUWANGI, KOMPAS.com - Jumlah anak yang menderita stunting di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, meningkat sekitar 400 kasus pada tahun 2020.

Tahun 2019 stunting diderita 7.527 anak atau 8,1 persen dari jumlah anak di Banyuwangi.

Sementara tahun 2020, jumlahnya naik menjadi 7.909 atau 8,2 persen yang tersebar di 25 kecamatan di Banyuwangi.

Baca juga: Klinik Penyedia Surat Antigen Palsu Ditutup oleh Satgas Covid-19 Banyuwangi

Data itu dipublikasikan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama Muslimat NU, yang bersumber dari laporan Dinas Kesehatan (Dinkes) Banyuwangi.

"Kita itu termasuk yang agak tinggi, dan ini menjadi prioritas, tidak hanya di provinsi dan Banyuwangi, tetapi juga di nasional. Sehingga stunting ini harus ditangani secara khusus," kata Kepala Dinkes Banyuwangi Amir Hidayat, Selasa (8/3/2022).

Menurut Amir, tingginya angka stunting tersebut bisa menganggu pembentukan dan perkembangan otak pada banyak anak Banyuwangi.

Sebab, sejak dalam kandungan hingga usia 5 tahun, merupakan masa penting pertumbuhan otak anak.

Masa perkembangan itu, kata dia, akan terganggu atau hilang jika anak mengidap masalah gizi atau stunting.

Baca juga: Para Bupati di NTT Mohon Maaf, kalau Stunting Tak Turun-Turun, Saya Pukul

Untuk itu, pihaknya tengah menyiapkan jaring deteksi kasus stunting yang bekerja sama dengan Muslimat NU dan Nasyiatul Aisyiyah, hingga tingkat RT.

Amir menuturkan, aplikasi pelaporan kasus stunting tengah dikembangkan agar pihak-pihak tersebut bisa mengirimkan informasi pada Pemkab Banyuwangi bila menemukan kasus stunting.

"Sehingga harapannya nanti akan kami siapkan aplikasi, yang bisa diinformasikan berapa jumlah ibu hamil, berapa jumlah yang risiko tinggi, yang bisa segera diinformasikan ke kami," kata Amir.

Penyebab kenaikan

Menurutnya, meningkatnya jumlah kemiskinan di Banyuwangi akibat pandemi Covid-19 turut menyebabkan naiknya angka kasus stunting.

Selain itu, pengetahuan masyarakat yang tidak memadai dan tingginya kasus TBC, membuat banyak anak tidak mengkonsumsi gizi yang cukup.

Oleh karena itu, sebagai pencegahan pada kasus stunting baru, harus dilakukan dengan edukasi dan ketahanan pangan untuk masing-masing keluarga.

Dia berharap tokoh agama, tokoh masyarakat, dan berbagai kelompok masyarakat, turut memberikan edukasi pentingnya gizi untuk anak.

Baca juga: Prevalensi Stunting di Jatim Tinggi, Ini Upaya BKKBN

Ketua Harian YAICI Arif Hidayat mengatakan, salah satu poin edukasi mereka mengenai stunting pada masyarakat adalah masalah jumlah konsumsi gula dan produk susu kental manis.

Misalnya di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, mereka bertanya pada orang tua dan anak-anak mengenai konsumsi produk susu kental manis.

“Persoalan-persoalan yang kami temukan di lapangan itu beragam. Ada yang orang tua memang tidak tahu mengenai kandungan susu kental manis, atau bahkan ada yang sudah tahu tapi masih memberikan susu kental manis untuk anaknya. Alasannya juga macam-macam, ada yang karena lebih murah atau anaknya lebih suka,” kata Arif melalui keterangan tertulis.

Baca juga: Soal Penanganan Stunting, Wali Kota Ambon: Harus Selesaikan Akar Permasalahannya, Kemiskinan

Padahal menurutnya, sering mengkonsumsi produk susu kental manis, bisa menyebabkan badan terlalu banyak kemasukan gula.

Sedangkan gula adalah media yang paling disenangi sel-sel kanker, sehingga harus dibatasi agar tidak merusak asupan gizi untuk anak-anak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com