Jero Mangku Pura Puseh Desa Patoman, Gede Ketut Suwanto menjelaskan, baru kali ini pihaknya merayakan Nyepi sekaligus Odalan.
Hari selesai pura itu dibangun, tercatat pada Sabtu Kliwon Wuku Wayang, atau hari Tumpek Wayang, dalam istilah yang berkembang di Bali.
Mereka juga telah mempersiapkan dua buah ogoh-ogoh, Sang Hyang Kala dan monster merah, yang akan diarak keliling desa Kamis depan.
Biaya pembuatan dua ogoh-ogoh, sekitar Rp 10 juta, yang didapatkan dari sumbangan umat sendiri dan pihak lain.
"Ini rangkaiannya untuk menyambut hari raya Nyepi, mulai 3 hari lalu. Karena sebelum hari raya Nyepi, dilaksanakan namanya persiapan upakara," kata Ketut Suwanto, Selasa.
Baca juga: Upacara Adat Kebo-keboan Banyuwangi: Sejarah, Tujuan, dan Pelaksanaannya
Komunitas Hindu keturunan Bali, hidup di bagian tengah desa, dikelilingi pemukiman masyarakat etnis lain, seperti Jawa, Using dan Madura.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019 menyebutkan, Desa Patoman memiliki 4.347 warga beragama Islam dan 869 pemeluk Hindu.
Di desa yang berbatasan dengan Selat Bali itu, ada pula warga beragama Protestan 6 orang, Budha 4 orang, dan lainnya 3 orang.
Baca juga: Hari Raya Nyepi, Jalan Tol Bali Mandara Akan Ditutup Selama 32 Jam
Desa yang berjarak satu kilometer dari Bandara Banyuwangi itu, juga telah menyatakan siap menjadi rintisan Desa Kebangsaan sejak tahun 2018.
Ketut Suwanto mengatakan, warga Hindu Patoman cukup bersemangat mempersiapkan Nyepi, setelah 2 tahun hanya merayakan secara terbatas.
"Kalau masalah pandemi, yang penting kita mengikuti lah, prokes dari pemerintah. Dulu pernah, sudah membuat ogoh-ogoh, tapi tidak boleh jalan, jadi terpaksa (batal diarak). Karena kita harus mengikuti anjuran pemerintah, beragama biar tidak menyalahi aturan," kata Ketut Suwanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.