Kelima disebut giyuhei atau prajurit. Pangkat terendah ini diberikan kepada pemuda atau anggota yang belum pernah mengenyam pendidikan.
PETA disusun berdasarkan wilayah dengan 2-5 batalion (daidan) di setiap karesidenan. Namun tiap daidan tidak terhubung satu sama lain.
Siasat tersebut dimaksudkan untuk meminimalisir bahaya bagi Jepang. Setiap daidan berada di bawah komando tentara Jepang setempat.
Memasuki bulan November 1944, Jepang sudah berhasil membentuk 66 batalion atau daidan PETA di seluruh Pulau Jawa.
Hinga tanggal 1 Agustus 1945, tercatat sudah ada 35.855 anggota PETA di Jawa dan 1.626 anggota PETA di Bali.
Adapun batalion atau daidan PETA di Blitar pada 25 Desember 1943 terdiri dari empat kompi.
Pemberontakan tentara PETA di Blitar dipicu oleh kekecewaan terhadap situasi ekonomi pada saat itu.
Para anggota PETA Blitar juga prihatin dengan perlakuan kejam Jepang terhadap romusha, serta makin tertindasnya para petani.
Selain itu, di internal PETA sendiri ada kekecewaan yang disebabkan perbedaan perlakuan terhadap perwira Jepang dan Indonesia.
Salah satunya adanya kewajiban seluruh tentara PETA untuk memberi salam kepada serdadu Jepang, bahkan kepada yang berpangkat paling rendah.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.