"Biasanya kan umumnya anggrek, sekarang itu ada yang punya anthurium, syngonium, sanseviera dan lainnya itu bisa dibandrol hingga harga puluhan juta rupiah kalau bentuknya langka dan unik atau susah dicari karena ada yang antar jenis dikawinkan menghasilkan jenis tanaman hias baru," katanya.
Wahyuda Eldin Octaviano, seorang pelaku tanaman hias jenis bonsai mengaku, setiap bulan rata-rata mendapat penghasilan bersih sekitar Rp 30 juta. Wahyu mengaku menjual tanaman hias dari Rp 50.000 hingga Rp 1 juta.
Wahyu juga sudah ekspor tanaman hias ke Belanda, Perancis, Jerman, Malaysia, India.
Baca juga: Truk Masuk Jurang di Kota Batu akibat Rem Blong, Sopir Tewas Terjepit
"Jadi kirimnya saya itu sedikit saja barangnya tidak sampai satu kontainer, karena kalau banyak khawatir barangnya kemudian rusak karena prosesnya panjang ada karantina juga," katanya.
Selain itu, selama ini untuk kegiatan ekspor kerap terkendala dengan aturan soal jenis tanaman yang dilindungi. Dia mencontohkan tanaman hias jenis cemara udang. Tanaman endemik asal Madura itu merupakan salah satu bonsai yang tidak bisa dikirim ke luar negeri.
Kedala proses karantina tanaman
Kabid Perdagangan pada Diskoperindag Kota Batu, Nurbianto mengatakan, komoditas ekspor unggulan di Kota Batu masih didominasi oleh tanaman hias dengan menyumbang perputaran uang sekitar Rp 6 miliar pada tahun 2020 lalu.
Meski begitu, Nurbianto mengaku masih ada kendala karena ada beberapa jenis tanaman hias yang belum bisa dikirim ke luar negeri meskipun permintaannya tinggi.
"Seperti philodendron atau kuping gajah, lalu anthurium, ada alocasia atau jenis talas itu dihentikan ke negara-negara Asia Timur seperti Jepang dan Korea," katanya.
Baca juga: Alun-alun Kota Batu, Sejarah dan Bianglala
Penyebabnya adalah karena Badan Karantina Pertanian pada Kementerian Pertanian (Kementan) menilai tanaman hias tersebut mengandung bakteri nematoda. Penghentian ekspor tanaman hias itu terjadi sejak April 2021 lalu.
Meski begitu, para eksportir masih bisa melakukan ekspor ke negara-negara lainnya seperti Belanda, Thailand, Singapura dan Malaysia.
"Permasalahan lainnya seperti aturan dari BKSDA untuk tanaman spesies yang bukan campuran rekayasa genetika masih dianggap dilindungi sehingga tidak boleh dikirim ke negara lainnya, salah satunya anggrek padahal jenis tanaman itu sering dibudayakan oleh masyarakat," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.