3. Perang Puputan Bayu Ditetapkan Hari Jadi Banyuwangi
Hari Jadi Banyuwangi ditetapkan pada tanggal 18 Desember 1771. Tanggal ini merupakan tanggal bersejarah yang berkaitan dengan Perang Puputan Bayu.
Perang Puputan Bayu ini merupakan perang habis-habisan antara Blambangan melawan Belanda.
Konon, wilayah Belambangan diserahkan oleh Pakubuwono II kepada VOC. Namun, perusahaan dagang Belanda itu tidak menganggap Belambangan penting.
Hingga kemudian, Inggris menjalin kerja sama dengan Blambang, dan berhasil mendirikan kantor dagang di bandar Banyuwangi, tepatnya di Kompleks Inggrisan sekarang.
Mengetahui hal itu, barulah VOC bergerak cepat menguasai Banyuwangi. VOC tidak ingin wilayah tersebut dikuasai oleh Inggris.
Kedatangan VOC disambut perang besar oleh masyarakat Blambangan. Perang pecah selama lima tahun, yaitu 1767-1772.
Perang besar itu yang disebut dengan Perang Puputan Bayu, dan menjadi awal terbentuknya daerah yang dikenal dengan Banyuwangi.
Baca juga: 8 Fakta Menarik Surabaya, Kota Termacet di Indonesia yang Kalahkan Jakarta
Adapun asal-usul nama Banyuwangi sering dikaitkan dengan legenda seorang istri patih bernama Sri Tanjung.
Sri Tanjung ini merupakan seorang wanita cantik dan istri dari patih yang bernama Sidopekso.
Kecantikan Sri Tanjung membuat raja yaitu Prabu Sulahkromo kepincut. Maka sang Prabu menggunakan cara licik untuk merebut Sri Tanjung dari patihnya.
Prabu Sulahkromo lantas memberikan tugas yang mustahil kepada Patih Sidopekso. Sang patih sama sekali tidak curiga dan berangkat menjalankan tugas.
Saat Patih Sidopekso tidak ada itulah, Prabu Sulahkromo berusaha menggoda dan merau Sri Tanjung.
Namun, godaan dan rayuan itu tidak mempan. Sri Tanjung memilih tetap setia menunggu suaminya datang.
Sikap Sri Tanjung membuat sang prabu murka. Saat Patih Sidopekso kembali, sang prabu menyampaikan fitnah tentang Sri Tanjung.
Kepada Sidopekso, sang prabu mengaku telah digoda dan dirayu oleh Sri Tanjung.
Mendengar hal itu, Patih Sidopekso murka kepada istrinya. Dia bahkan menghunuskan keris dan siap untuk membunuh Sri Tanjung.
Sri Tanjung sama sekali tidak diberi kesempatan untuk membela diri. Akhirnya Sri Tanjung berujar, agar mayatnya dibuang ke sungai yang keruh.