KOMPAS.com - Sejumlah warga Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, mendadak menjadi miliarder setelah menjual tanah ke PT Pertamina, Febuari 2021 silam.
Bahkan, kampung itu disebut sebagai kampung miliader karena mereka membeli mobil secara beramai-ramai.
Namun, setelah hampir setahun berlalu, sejumlah warga di sekitar proyek strategis nasional pembangunan kilang minyak itu mengaku menyesal telah menjual lahannya.
Baca juga: Tak Dipekerjakan, Warga Sekitar Proyek Pembangunan Kilang Minyak di Tuban Berunjuk Rasa
Hal itu diketahui saat sejumlah warga melakukan unjuk rasa di kantor PT Pertamina Grass Root Revenery (GRR) Tuban, Senin (24/1/2022).
Warga berunjuk rasa menagih janji PT Pertamina GRR Tuban yang akan memprioritaskan warga lokal sebagai pekerja sebagaimana yang dijanjikan saat proses pembebasan lahan.
"Ya nyesel, dulu lahan saya ditanami jagung dan cabai setiap kali panen bisa menghasilkan Rp 40 juta," kata Mugi (59), di sela-sela aksi unjuk rasa, Senin (24/1/2022)
Baca juga: Dulu Kaya Raya, Kini Warga Kampung Miliarder di Tuban Mengaku Menyesal Jual Tanahnya
Kata Mugi, lahan pertanian seluas 2,4 hektar miliknya dibeli pihak Pertamina dengan harga Rp 2,5 miliar lebih.
Namun, usai menjual tanahnya, ia tak memiliki pekerjaan dan tidak ada penghasilan.
"Sejak tak jual saya tidak ada penghasilan," ujarnya.
Mugi mengaku, sebenarnya ia tidak ingin menjual tanahnya. Namun, ia sering didatangi perwakilan dari pihak Pertamina saat sedang berada di sawah dan dirayu untuk menjual tanah miliknya.
"Setiap saya di kebun, saya didatangi dan dirayu-rayu mas, mau diberikan pekerjaan anak-anak saya pokoknya dijanjikan enak-enak, tapi sekarang mana enggak ada," katanya.
Hal senada dikatakan Musanam (60), warga Desa Wadung, Kecamatan Jenu, Tuban, yang mengaku terbuai dengan janji PT Pertamina GRR yang akan memberikan pekerjaan dalam proyek pembangunan kilang tersebut.
Setelah menjual tanahnya, Musanam kehilangan penghasilan tetapnya sebagai petani.
Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, ia terpaksa menjual beberapa ekor sapi miliknya.
"Dulu punya enam ekor sapi mas, sudah tak jual tiga untuk hidup sehari-hari dan kini tersisa tiga ekor saja," kata Musanam, kepada Kompas.com.
Suwarno, koordintor warga mengatakan, pihak perusahaan mensyaratkan pekerja dari warga lokal harus di bawah usia 50 tahun.
Padahal, janjinya pada saat proses pembebasan lahan saat itu perusahaan tidak menyampaikan adanya persyaratan yang mempersulit warga.
"Ada pembatasan persyaratan usia yang dilakukan pihak perusahaan di atas 50 tahun tidak diperbolehkan," kata Suwarno kepada Kompas.com, Senin.
"Ini gimana pekerja kasar aja tidak diperbolehkan, Tapi, kenyataannya ada pekerja dari luar ring 1 yang usianya di atas batas umur yang ada," sambungnya.
Baca juga: Kisruh Kampung Miliarder di Takalar, Warga Ditangkap hingga Ganti Rugi Dianggap Tak Adil
Sementara itu, Solikhin, perwakilan PT Pertamina GRR yang berada di lokasi mengatakan, akan menyampaikan tuntutan warga ke pihak manajemen di pusat.
Dalam hal ini, kata Solikhin, ia tidak berhak memberikan keterangan kepada publik terkait permasalahan tersebut.
"Ya, nanti pihak coorporate yang akan menjawab semuanya melalui lembaran press release," kata Solikhin, kepada Kompas.com, Senin.
Baca juga: Cerita Warga Tuban Mendadak Jadi Miliarder, Borong Mobil dan Ingin Naik Haji, Ada yang Dirikan Usaha
(Penulis : Kontributor Tuban, Hamim | Editor : Pythag Kurniati)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.