Hal itu menyebabkan udara dari utara dengan kepadatan yang lebih tinggi bergerak mengarah ke selatan. Ditambah munculnya gaya Coriolis di angkasa Indonesia yang membelokkan arah laju angin.
"Itu menyebabkan pertemuan aliran udara yang menyebabkan pembentukan awan konvektif di wilayah Indonesia, khususnya wilayah Jawa Timur, apalagi wilayah Banyuwangi," kata Ibnu, di kantornya, Selasa.
Awan konvektif atau awan cumolonimbus (CB) bisa menyebabkan hujan lebat, yang disertai angin kencang dan petir.
Ia menambahkan, jika terjadi di darat bisa menimbulkan puting beliung, dan di laut bisa menimbulkan waterspout.
Dampak paling buruk biasanya terjadi jika awan cumolonimbus tumbuh dan berkembang hingga fase jenuhnya.
Baca juga: Petani di Banyuwangi Temukan Jenazah Lansia Hanyut di Sungai
Dalam keadaan itu, awan cumolonimbus akan memuntahkan atau menjatuhkan seluruh muatannya ke bawah berupa badai sesaat.
"Awan cumolonimbus bertumbuh-bertumbuh, kalau sudah memasuki fase jenuh, di situlah dia akan menjatuhkan semua muatannya. Jadi kalau ada awan CB tinggi itu bisa muncul angin kencang, disertai petir," ucap Ibnu.
Saat muncul awan cumolonimbus, pihaknya menyarankan masyarakat berlindung dan tidak berada di ruang terbuka seperti lapangan.
Lantaran manusia memiliki gelombang elektron yang bisa memunculkan ruang aliran petir ke tubuh manusia tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.