Kemudian Sutomo juga pernah bekerja sebagai polisi di kota Praja dan juga menjadi anggota Sarekat Islam.
Sebelum akhirnya pindah ke Surabaya, ia bekerja pada sebuah distributor untuk perusahaan mesin jahit "Singer".
Sutomo kemudian bekerja menjadi seorang jurnalis dan bergabung dengan sejumlah kelompok politik dan sosial.
Pada tahun 1944 ia terpilih menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru yang disponsori oleh Jepang.
Saat itu nama Sutomo belum terkenal dan hanya bergabung pada pergerakan rakyat sebagai orang biasa.
Namun setelah proklamasi kemerdekaan, ia ikut dalam pengepungan gudang mesiu Don-Bosco yang berhasil merebut banyak senjata milik tentara Jepang.
Bulan Oktober dan November 1945, ia berusaha membangkitkan semangat rakyat Surabaya.
Keadaan yang memanas setelah penyerangan di Hotel Yamato pada tanggal 27 Oktober 1945 dan tewasnya Mallaby.
Rakyat Surabaya diultimatum untuk segera menyerahkan senjata kepada pihak Inggris. Namun Bung Tomo dengan seruan-seruannya membakar semangat rakyat di dalam siaran-siaran radio yang penuh dengan emosi.
Pada tanggal 10 November 1945 meletuslah perang antara rakyat dengan tentara Inggris.
Bung Tomo menjadi pemimpin yang menggerakkan dan membangkitkan semangat rakyat Surabaya.
Sebuah kutipan dari orasinya yang mengobarkan semangat adalah “Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: merdeka atau mati!”.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanKunjungi kanal-kanal Sonora.id
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.