Menurut Yusuf, ketika peserta didik datang ke sekolah, maka dia akan dicek suhu tubuhnya, wajib memakai masker dan harus cuci tangan.
Bahkan, ia berharap pihak sekolah menyediakan sebuah ruang transit untuk mengatur siswa yang akan masuk dan keluar kelas.
"Jadi, ketika siswa tiba di sekolah, dicek suhu tubuhnya dan cuci tangan, lalu masuk ke ruang transit itu, lalu satgas mengatur mereka untuk masuk kelas supaya tidak berkerumun," ujar Yusuf.
Baca juga: 259 Rumah di Amesta Living Surabaya Terjual Cuma Sehari
"Pulangnya juga demikian, keluar kelas mereka menunggu di ruang transit, ketika orangtuanya yang jemput datang dipanggil lalu langsung pulang, sehingga tidak ada kerumunan. Nah, bagi orangtuanya kita juga siapkan aplikasi PeduliLindungi di sekolah," tutur dia.
Dalam melakukan PTM ini, Yusuf memastikan akan bersinergi dengan berbagai pihak.
Mulai dari satgas sekolah, Satgas Kampung Tangguh yang ada di sekitar sekolah, dan satgas yang ada di kelurahan dan kecamatan.
Nantinya, mereka akan membantu mengarahkan dan mengingatkan anak-anak sekolah supaya tidak bergerombol, baik ketika akan memasuki sekolah hingga kelas, maupun ketika keluar sekolah.
"Dengan prokes yang ketat dan bantuan para satgas ini, kita berharap para orangtua bisa mempercayakan anak-anaknya untuk sekolah mengikuti PTM," kata Yusuf.
Baca juga: Data MBR di Surabaya Kini Wajib Ditempel di Balai RW, Dinsos Ungkap Alasannya
Ia menjelaskan, tidak ada kewajiban bagi siswa untuk mengikuti PTM. Sebab, harus ada persetujuan orangtua jika siswa akan mengikuti PTM.
Menurutnya, untuk siswa SD dan SMP ini, orangtua yang paling mengetahui kondisi anak-anaknya.
"Jadi, kami tetap meminta persetujuan orangnya. Kalau pun masih ada siswa yang belum bisa mengikuti PTM ini, maka kami akan siapkan pembelajaran secara hybrid," ujar dia.
Baca juga: 5 Tempat Beli Churros di Surabaya, Harga Mulai dari Rp 12.500