Perjumpaan terakhir Mahriyeh dengan Miran terjadi pada Sabtu pagi. Waktu itu, Mahriyeh mengantarkan bekal makan untuk suaminya di ladang.
Ladang padi itu letaknya cukup jauh dari rumah mereka di Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur (Jatim).
Bagi Miran yang sudah tak dapat berjalan normal karena usia, butuh waktu sekitar satu jam untuk tiba di ladang.
Baca juga: Erupsi Semeru, Menanti Mereka yang Hilang Kembali Pulang
Saat itu, padi di ladang kakek dan nenek itu sudah menguning.
Oleh karena itu, Miran harus berada di ladang untuk menjaga padinya dari serbuan monyet.
Ia bahkan menginap di sana. Rencananya, beberapa hari lagi padi-padi itu akan dipanen.
Mahriyeh sebenarnya sudah meminta Miran untuk pulang. Ia khawatir bila terjadi banjir lahar hujan seandainya turun hujan lebat. Namun, Miran menolak pulang.
Kini, Mahriyeh mengaku ingin menggelar acara selamatan untuk mendoakan suaminya.
"Nanti kalau bisa, pengin selamatan di sini juga untuk Mbah Miran," ungkapnya saat ditemui Kompas.com di Kabupaten Blitar, Jatim.
Putri Mahriyeh, Ni’ah (57), menuturkan bahwa ibunya berharap bisa mengadakan tradisi selamatan.
Baca juga: Lebih dari Setengah Abad Bersama, Mahriyeh dan Miran Dipisahkan Bencana Semeru
"Mungkin di sini. Atau mungkin nanti setelah kami bisa pulang ke kampung kami di Lumajang, Emak ingin bikin selamatan untuk Bapak," terangnya.
Dua pekan selepas bencana Gunung Semeru, Mahriyeh bersama anak, cucu, dan kerabat mengungsi ke rumah keluarganya di Desa Gogodeso, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar.
Sumber: Kompas.com (Kontributor Blitar, Asip Agus Hasani | Editor: Andi Hartik,Teuku Muhammad Valdy Arief)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.