Keputusan membuka biro jodoh di rumah
Keputusan Sanusi membuka biro jodoh di rumah sekitar tiga bulan lalu dilatarbelakangi kondisi yang kian sulit.
Sanusi kehilangan istrinya yangmeninggal sekitar tiga tahun lalu. Beberapa bulan sebelum membuka biro jodoh, motor bekas yang biasa digunakan mengojek ditarik karena menunggak angsuran.
Tanpa motor itu, Sanusi terancam kehilangan pendapatan karena tak bisa mengojek. Ia pun terancam tak bisa bertemu klien untuk layanan biro jodoh.
"Sebenarnya sepeda motor mau saya lunasi dengan menjual beberapa pohon kayu keras di pekarangan, tapi keduluan menantu saya," katanya.
Sekitar dua tahun lalu, anak perempua Sanusi memutuskan pergi ke Hongkong untuk bekerja sebagai buruh migran.
Baca juga: Kisah Sanusi Mak Comblang Blitar, Buka Biro Jodoh di Tengah Maraknya Aplikasi Kencan Digital
Di tengah kondisi yang sulit itu, Sanusi membulatkan tekad membuka biro jodoh di rumahnya. Ia kini tinggal seorang diri di rumah itu.
Sanusi lalu memesan spanduk berukuran 1x15 meter bertuliskan "Biro Jodoh". Ia menyediakan jasa layanan perjodohan dengan cara lama, tanpa ponsel pintar.
Untuk mendapatkan jasa Sanusi, calon klien harus merogoh uang Rp 100.000 sebagai biaya pendaftaran. Lalu, foto berwarna, fotokopi kartu tanda penduduk (KTP), dan nomor telepon.
Foto itu akan ditunjukkan kepada klien yang kemungkinan tertarik atau sedang mencari jodoh.
Dalam dua bulan terakhir, Sanusi mengaku telah menjodohkan lima pasangan. Saat ini, tersisa tujuh kliennya yang belum mendapat jodoh, lima laki-laki dan dua perempuan.
(KOMPAS.com - Penulis: Kontributor Blitar, Asip Agus Hasani | Editor: Robertus Belarminus)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.