Dokter menyarankan agar Rau dibawa pulang karena proses terapi bisa dilakukan di rumah sakit daerah di Pamekasan.
Baca juga: Mengenal Sindrom Putri Tidur atau Sleeping Beauty Syndrome
Ia pun menjalani terapi di rumah sakit di Pamekasan selama tiga kali dalam sepekan. Namun saat pandemi Covid-19, terapi dihentikan.
Sebagai gantinya, Ratnawati mencoba pengobatan alternatif. Ia menyebut kondisi tubuh Rau berangsur-angsur membaik.
Ia sudah bisa minum susu dari botol. Bahkan, Rau sudah bisa mengonsumsi bubur. Namun, Rau rentan sakit, terutama ketika dibawa ke luar rumah.
"Sensitif sekali kesehatannya makanya jarang saya bawa keluar rumah," ungkap Ratnawati.
Baca juga: Menalar Fenomena Tidur 13 Hari Echa, Apa Benar Sindrom Putri Tidur?
Ia bercerita saat video cucunya viral di media sosial, banyak yang memberikan dukungan moral kepada mereka.
Sementara itu Sofiatul Jannah, ibu Rau mengatakan, berbagai pengobatan sudah diberikan kepada anaknya.
Sofia tidak menghitung berapa biaya yang dikeluarkan demi anaknya. Sofia juga tidak ingin dicap berutang perawatan jika anaknya meninggal.
"Sekarang Rau sudah meninggal. Meskipun sangat sedih, saya sudah banyak berkorban agar Rau bisa bertahan hidup. Mungkin Allah lebih sayang Rau," ujar Sofia.
Baca juga: Remaja Tidur Nonstop 13 Hari, Diduga Idap Sindrom Putri Tidur Langka
Sindrom ini juga dikenal sebagai sindrom Sleeping Beauty atau Sleeping Beauty Syndrome yang merujuk pada kisah dongeng.
"Biasanya bentuknya episodik. Beberapa minggu atau bulan banyak tidur, setelah itu normal lagi. Sering dikira anak malas," ujar Rima saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (18/7/2020) siang.
Baca juga: Tidur 22 Jam Sehari, Remaja Ini Alami Sindrom Putri Tidur
Ia menjelaskan seseorang yang mengidap sindrom ini memang akan banyak menghabiskan waktu untuk tidur, tanpa makan dan buang air.
"Biasanya tidak ngompol atau BAB waktu tidur, pasien bisa bangun untuk itu (BAB dan BAK) dan makan," kata dia.
Ia menjelaskan sindrom ini biasa terjadi pada anak yang berusia remaja dan tidak akan berlangsung selamanya. Menurutnya sindrom ini bisa sembuh seiring berjalannya waktu.
"Biasanya mulai usia remaja atau usia sekolah, bisa menghilang setelah dewasa," terang dia.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Taufiqurrahman, Luthfia Ayu Azanella | Editor : David Oliver Purba, Sari Hardiyanto)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.