Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Didesak Segera Pertimbangkan Permohonan Amnesti Baiq Nuril

Kompas.com - 16/07/2019, 19:09 WIB
Ghinan Salman,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Sejumlah pengajar dan akademisi pusat-pusat studi hukum dari berbagai universitas di Indonesia, mendesak DPR RI segera mempertimbangkan surat Presiden Joko Widodo, terkait permohonan amnesti terhadap terpidana kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril Maqnun.

Ketua Pusat Studi Hukum dan HAM Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Herlambang P Wiratraman mengatakan, sejak Baiq Nuril Maqnun diputus bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) melalui putusan Kasasi, sejumlah akademisi telah menguji putusan tersebut.

Dari sidang eksaminasi tersebut, kata Herlambang, pihaknya pun memberikan pertimbangan dengan menjadi pihak sahabat peradilan atau amicus curiae atas kasus pidana yang sedang dihadapi Baiq Nuril Maqnun.

Baca juga: Hasil Rapat Bamus, Pertimbangan Permohonan Amnesti Baiq Nuril Dibahas di Komisi III

Namun, putusan Peninjauan Kembali Nomor 83 PK/PID.SUS/2019, menurut Herlambang, justru memperkuat kasasi.

"Putusan tersebut sangat mengecewakan karena tidak sesuai dengan harapan kami yang telah memberikan sejumlah argumen dukungan bagi para hakim MA," kata Herlambang, perwakilan akademisi Serikat Pengajar Hak Asasi Manusia (Sepaham) Indonesia, ditemui di Unair, Selasa (16/7/2019).

Herlambang menambahkan, putusan tersebut mengabaikan konteks kasus pelecehan seksual yang sedang dihadapi Baiq Nuril.

"Baiq adalah korban. Ia korban kekerasan verbal, atau pelecehan seksual. Tatkala ia mencoba merekam percakapan dari atasannya, yang patut diduga desakan atau bahkan ancaman terhadapnya, hal tersebut merupakan upaya yang ia miliki untuk mempertahankan harga dirinya," kata dia.

Herlambang menilai, Nuril tidak pernah berniat untuk menyebarluaskan rekaman percakapan Kepsek M yang menceritakan hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Baiq kepada publik, kecuali bagi kepentingan yang tentunya dibutuhkan untuk melindungi dirinya.

Apa yang dilakukan oleh Baiq Nuril, lanjut Herlambang, merupakan hak atas perlindungan dari kekerasan psikologis dan kekerasan seksual sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 28B Ayat (2) UUD NRI tahun 1945.

Hal ini menjadi landasan bahwa tidak tepat memvonis bersalah Baiq Nuril Maqnun dalam Kasasi maupun Peninjauan Kembali MA.

"Ketidaktepatan tersebut terkait penafsiran dan argumen hukum yang legistik, tidak memperhatikan kerangka hukum normatifnya, apalagi konteks kasusnya. Penafsiran dan argumen demikian memberi bukti dampak negatif yang justru mengorbankan hak warga negara," ucap Herlambang.

Kini, kata Herlambang, upaya hukum-konstitusional yang dimiliki melalui mekanisme kekuasaan kehakiman telah selesai. Sehingga kemungkinan pasca-putusan Peninjauan Kembali MA, adalah pemberian amnesti.

Baca juga: Pimpinan DPR Minta Pertimbangan Amnesti Baiq Nuril Rampung Akhir Juli

Pihaknya mendukung Presiden Jokwowi untuk tidak ragu menggunakan wewenang konstitusionalnya, yakni dengan memberikan amnesti kepada Baiq Nuril.

Herlambang melanjutkan, pemberian amnesti akan menjadi upaya memperkuat politik hukum ketatanegaraan yang memiliki landasan konstitusional berbasis hak asasi manusia, sebagaimana dimandatkan kepada penyelenggara kekuasaan.

Menurut dia, kasus hukum Baiq Nuril menjadi perhatian publik secara luas, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, termasuk komunitas lembaga-lembaga HAM internasional.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com