KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo telah membebaskan biaya tarif tol Jembatan Surabaya-Madura atau Suramadu pada hari Sabtu (27/10/2018).
Kebijakan tersebut diharapkan dapat mendongkrak kemajuan dan peningkatan daya saing Madura.
Apa alasan Presiden Jokowi mengambil kebijakan tersebut? Bagaimana reaksi para pengusaha angkutan sungai di Suramadu ?
Berikut ini dampak dan fakta dari Jembatan Suramadu.
Pada hari Sabtu (27/10/2018), Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah resmi membebaskan biaya tarif tol Jembatan Suramadu.
"Dengan mengucap bismillah, jalan tol Suramadu kita ubah menjadi jalan non-tol biasa," kata Jokowi disambut tepuk tangan hadirin.
Menurut Jokowi, selama ini memang jalan tol memberikan pemasukan bagi negara. Tetapi, pemasukan tersebut tidak selaras dengan pertumbuhan ekonomi di Madura.
"Pertumbuhan ekonomi yang kita inginkan untuk kabupaten-kabupaten yang ada di Madura tidak sebanding dengan pemasukan," kata Jokowi yang meresmikan pembebasan biaya Jembatan Suramadu di atas truk kontainer, Sabtu (27/10/2018).
Baca Juga: Resmi Digratiskan, Jembatan Suramadu Jadi Jalan Non Tol
Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) mendesak pemerintah memberikan subsidi berupa Public Service Obligation (PSO) untuk operator kapal penyeberangan lintas Ujung-Kamal.
Subsidi itu agar operator kapal penyeberangan di lintas Ujung-Kamal tetap eksis meski tol Suramadu telah digratiskan.
"Sejak tol Suramadu belum digratiskan, penyeberangan Ujung-Kamal sudah sangat sepi, apalagi ini digratiskan," kata Ketua Umum Gapasdap, Khoiri Sutomo, Minggu (28/10/2018) malam.
Meski telah ada jembatan Suramadu, penyeberangan Ujung-Kamal menurut dia masih memiliki fungsi vital, yakni sebagai pendukung infrastruktur penghubung Surabaya-Madura.
"Jika ada masalah teknis di Suramadu yang mengakibatkan jembatan tidak bisa dilalui, infrastruktur transportasi yang dipakai pasti penyeberangan, tidak ada lagi," jelasnya.
Baca Juga: Tol Suramadu Gratis, Operator Penyeberangan Ujung-Kamal Minta Subsidi