Khatulistiwa, Katulistiwa, Equator, Ekuator, dan berbagai variasi kata dengan berbagai kesalahan ejaan akan terbaca di tepi jalan hingga surat kabar. Ikon tugu khatulistiwa pun terlihat, mulai dari kantor swasta, rumah makan, hingga kantong belanjaan.
Bila tulisan dan ikon Khatulistiwa itu mendominasi pandangan mata, dapat dipastikan Anda telah berada di Pontianak, ibu kota Kalimantan Barat. Kota yang "terberkati" dengan dilalui garis imajiner lintang nol (0) derajat.
Meski demikian, Pemerintah Kota Pontianak tampak tidak optimal dan menyepelekan pengukuhan Khatulistiwa sebagai ikon kota. Bahkan terkesan, Pontianak baru dalam tahapan memimpikan untuk jadi kota khatulistiwa.
Lihat saja Tugu Khatulistiwa yang terletak di Siantan, Pontianak Utara. Tugu yang hanya berjarak lima kilometer dari pusat kota menuju arah Singkawang ini terlihat tidak terawat. Jangankan wisatawan, masyarakat lokal pun jarang ke sana.
Selain Tugu Khatulistiwa, memang tiada sarana pendukung lain yang dapat menjadi hiburan bagi masyarakat. Sementara tugu itu sendiri tidak dapat menjadi sumber pengetahuan yang interaktif dan menarik bagi pelajar.
Alhasil, Tugu Khatulistiwa hanya jadi onggokan batu yang didatangi untuk pertama kali kemudian orang enggan mengulanginya. Warga asli Pontianak pun seolah malu menunjukkan Tugu Khatulistiwa kepada kolega dan sanak keluarga mereka yang datang ke daerah itu.
Ketika datang dari arah Pontianak maupun Singkawang, misalnya, memasuki kompleks Tugu Khatulistiwa tak akan ada penjaga yang menyambut. Tiket masuk juga tidak ada. Jadi, dari mana sokongan dana untuk perawatan kompleks?
Dari tahun ke tahun, menurutberbagai pendapat masyarakat, terjadi pula penurunan kualitas kompleks Tugu Khatulistiwa, mulai dari hancur dan hilangnya dermaga, abrasi tepian Sungai Kapuas, hingga rusaknya taman-taman di kompleks tugu.
Kalaupun Tugu Khatulistiwa dicanangkan sebagai lokasi wisata, bahkan tiada bangku taman di kompleks ini. Beberapa kali setelah memotret senja di Sungai Kapuas, Kompas bahkan meraba-raba mencari pegangan pintu mobil lantaran kompleks gelap gulita tanpa lampu taman.
Parahnya, di kompleks Tugu Khatulistiwa ini tidak ada satu pun ruang pajang untuk menjual cenderamata khas khatulistiwa. Cenderamata harus dicari di deretan rumah toko yang berada di Jalan Teuku Umar, yang sudah berbaur dengan produk Yogyakarta dan Bali.