Salin Artikel

Cerita Kuli Angkut di Pelabuhan Perak Surabaya, Memeras Keringat demi Keluarga di Kampung

SURABAYA, KOMPAS.com - Gapura Surya Nusantara Pelabuhan Perak Surabaya, Jawa Timur, menjadi saksi bisu keberadaan kuli angkut yang tak kenal lelah. Mereka memeras keringat mengangkut barang bawaan penumpang yang baru turun dari kapal. Upah yang didapat tidak seberapa.

30 menit sebelum kapal itu tiba, Abdul Mukti (49) sudah siap menunggu penumpang keluar di Gapura Surya Nusantara (GSN) Pelabuhan Perak Surabaya, Sabtu (18/3/2023). Ia sudah hafal betul jadwal kapal yang akan bersandar.

"Paham lah, kan ada jadwal yang selalu dipasang di layar depan ruang tunggu sementara itu," kata Mukti kepada Kompas.com, Sabtu.

Mukti menjadi kuli angkut atau porter di GSN Pelabuhan Perak sejak masih remaja, sekitar berusia (17) tahun. Jika dihitung, sudah 32 tahun Mukti mengais rezeki di GSN.

Mukti mematok tarif terhadap jasanya mulai dari harga Rp 15.000 hingga Rp 25.000 untuk sekali angkut.

Tarif itu diberlakukan Mukti tidak paten, masih bisa dinego sesuai dengan kesepakatan dengan calon pengguna jasanya.

"Segitu harganya kadang masih ada yang nawar, kadang langsung jadi. Tapi itu kita patok tergantung dari banyaknya dan beban barang yang dibawa," ujar dia.

Kata Mukti, ada penyesuaian harga ketika ada momen tertentu, seperti menjelang Hari Raya Idul Fitri. Harga yang dipasang mulai Rp 20.000 hingga Rp 35.000.

Momentum itu menjadi sangat berharga karena penghasilan Mukti akan meningkat dua kali lipat dari hari biasanya.

Biasanya, Mukti membawa pulang uang Rp 45.000 hingga Rp 50.000, setelah dipakai untuk makan dan rokok serta kopinya. Tetapi, pada saat momen lebaran, ia bisa membawa pulang uang sebanyak Rp 200.000 hingga Rp 250.000.

Mukti mengatakan, sebelum mengantongi uang Rp 50.000 untuk dibawa pulang, Mukti akan terus menunggu kapal yang akan datang jika jadwal kedatangan masih ada.

"Minimal harus dapat segitu, target saya segitu, kalau masih ada kapal datang ya saya tunggu, masak dari sekian ratus penumpang enggak ada yang kena buat pakai jasaku," papar dia.

Sedangkan, diirinya memutuskan untuk menikah dengan istrinya saat usia masih 19 tahun.

Kini, beban hidup Mukti bertambah karena anak pertamanya meminta untuk masuk perguruan tinggi di kampung halamannya.

"Saya asli Madura, di Kabupaten Sumenep, anak saya tiga yang pertama sudah mau masuk kuliah ini, nomor dua SMP, nomor tiganya SD kelas 5," cetus dia.

Mukti bertekad agar buah hatinya tidak bernasib sama seperti dirinya. Karena itu, hal pertama yang ditanamkan kepada buah hatinya adalah belajar tanpa kenal lelah, berjuang tanpa melihat hasil, ikhlas dalam berbuat.

"Kunci hidup ini kan yakin mas, saya yakin walaupun saya sebagai porter di sini enggak akan kekurangan. Alhamdulillah, prasangka baik itu ternyata menjadi pedoman saya," kata dia, sembari mengelap keringatnya.

Kebersamaan

Sistem kerja porter di GSN Pelabuhan Perak Surabaya belum diatur, itu menjadi celah dia untuk menggaet penumpang yang merasa kesulitan membawa barang tanpa harus menunggu giliran.

Meski tidak diatur, porter di GSN yang berjumlah 360 orang selalu menerapkan sikap tenggang rasa. Porter yang belum mendapat panglaris tetap didahulukan.

"Kitakan selalu tanyak sudah dapat berapa, sudah dapat apa belum. Kalau belum, nah pas dapat nanti diajak tuh, hasilnya tetap bagi dua, kasihan kalau pulang tangan kosong," ungkap Mukti.

"Alhamdulillah enggak pernah ada ribut-ribut karena rebutan penumpang," katanya.

Abdul (45), kuli angkut lainnya  di SDN Tanjung Perak mengaku udah bertahun-tahun menjadi kuli angkut. Warga Kabupaten Sampang itu menggantungkan hidupnya dengan menjadi porter untuk menghidup enam orang di keluarganya.

"Iya sebanyak itu, tapi yang tiga ada di sini (Surabaya) tiga lagi di kampung, diam sama neneknya, ada yang sudah mondok juga," kata dia.

Dirinya bekerja satu tim dengan Mukti. Dia selalu mengincar penumpang yang sudah kelelahan membawa barangnya.

"Kalau nadanya sudah kayak mau gertak kan takut, jadi kita rayu. Kita lihat riweh-nya di mana. Kalau dia riweh sama anaknya, maka ayo pak kita bantu pakai jasa kita, bapak sama ibu pegang anak-anak. Nah, di situ akan muncul harga yang ditanyakan, baru kita ajak berhenti dulu," papar Abdul.

"Biasanya mereka enggak paham, turunnya di sini, kapalnya di sana. Kalau banyak barang bawaannya, kan pasti pakai jasa angkut, nah kalau itu, sudah pasti jadi mas," beber dia.

Menjaga kondisi tubuh

Abdul dan Mukti tidak pernah berpikir bagaimana dia ketika jatuh sakit, jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan mereka tak punya.

Hanya saja, dia mengantisipasi agar kondisi kesehatan jasamaninya tetap bugar, hanya meminum jamu seusai pijat tradisional. Itulah istilah service badan bagi para porter.

"Jangan sampai sakitlah, tetap dijaga sendiri kesehatan kita," ungkap dia.

Pada saat pandemi Covid-19, Mukti dan Abdul nyaris frustasi. Sebab, semua kapal mengurangi jumlah penumpang. Akibatnya, peluang penghasilannya pun juga menurun.

"Mana kapalnya berkurang, terus penumpangnya menurun. Bahkan, puasa tak bawa pulang uang," kata Abdul.

Saat itu, jadwal kiriman uang Abdul ke anaknya di kampung sempat tak beraturan. Mencari utangan pun terbilang sulit.

"Kadang sampai harus gadai Hp, atau gadai sepeda motor agar dapat uang buat kiriman anak di kampung. Pokok jurusan apa pun dipakai yang penting hasilnya halal," ujar dia.

Mukti sempat berpikir berhenti menjadi angkut dan bertani saja di kampung halamannya. Tetapi, melihat semangat anak-anaknya yang sedang belajar, dia tetap menekuni pekerjaan menjadi kuli angkut.

"Mau balik saja ah, pulang ke Sumenep, bisa bertani bisa ikut ponakan jadi nelayan. Tapi aku mikir, belum tentu juga itu stabil pendapatanya, akhirnya sabar dulu," ungkap dia.

Harapan

Mukti dan Abdul memiliki harapan tinggi agar mendapatkan intensif dari pemerintah.

"Saya pernah dengar tuh mas, istilah kartu prakerja. Masak orang enggak kerja dibantu. Kita ini loh juga dibantu. Kalau porter seperti kami hari biasa pasti turun pendapatannya. Kan enggak setiap hari kayak pas lebaran. Tolong lah khusus kami dibantu juga," pinta Abdul dan Mukti.

General Manager Kalimas dan Teminal Penumpang Pelindo III, Dhany Rachmat Agustin mengatakan, para pekerja kuli angkut atau porter yang berada di sekitar kawasan Gapura Surya Nusantara belum dilakukan pendataan dengan baik.

"Porter yang ada itu belum ada di bawah naungan kami, dulu pernah ada, tapi buyar secara perlahan," kata Dhany saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Sabtu (18/3/2023).

Dhany menjelaskan, ke depannya akan dilakukan pendataan terhadap setiap porter yang ada di wilayah kerjanya, sebelum momentum jelang mudik lebaran.

"Dalam waktu dekat ini kita akan lakukan pendataan itu, untuk kenyamanan para penumpang. Nanti kita kumpulkan kita data. Kita akan bahas juga tentang asuransi mereka, mulai dari kesehatan dan ketenagakerjaannya, rencananya nanti akan ada di bawah koperasi angkatan laut, nanti kita bahas dulu," pungkas dia.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/03/18/174323178/cerita-kuli-angkut-di-pelabuhan-perak-surabaya-memeras-keringat-demi

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke