Salin Artikel

Cara Ali Fauzi Ajak Napiter-Eks Napiter Kembali Akui NKRI

LAMONGAN, KOMPAS.com - Ali Fauzi terbilang konsisten memberdayakan narapidana terorisme (napiter) dan juga eks napiter. Melalui Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP) yang didirikan pada 2016, ia aktif menyadarkan mereka yang memiliki paham radikal untuk kembali mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Ditemui di tempat tinggalnya di Lamongan, eks napiter Bom Bali itu lantas menceritakan serangkaian upaya yang telah dilakukan dalam upaya deradikalisasi. Mulai dari mendatangi napiter ketika masih ditahan, hingga mengupayakan keberlangsungan hidup keluarga mereka.

“Sikap napiter beda-beda, kita melakukan upaya deradikalisasi itu sejak mereka berada di Lapas (lembaga pemasyarakatan). Kita jalin silaturrahmi, kita berdiskusi dulu. Jadi tidak langsung keluar kemudian njujug (menuju) sini. Tapi, sebelumnya saat masih di Lapas, menunggu bebas, kita sudah melakukan upaya pendekatan serta bantuan moral maupun material,” ujar Ali saat ditemui Kompas.com, Kamis (23/3/2023).

Ali, selaku ketua YLP menyadari, melalui pendekatan dan hadir memberikan bantuan yang diperlukan, menjadi cara ampuh untuk membuat napiter maupun eks napiter dapat menerima misi yang sedang dilakukan oleh Ali dan rekan-rekannya.

“Supaya mereka, memberikan hati mereka kepada kita. Intinya itu hati, jika hati mereka sudah diberikan kepada kita, apa saja yang kita mau ya diberikan. Muncul trust atau kepercayaan,” ucap Ali.

Ali mengakui tidak semua upaya deradikalisasi yang dilakukan terhadap napiter dan eks napiter berlangsung mulus. Tidak jarang pula dirinya justru mengalami penolakan. Untuk itu, Ali biasa mempelajari dulu mengenai karakter napiter yang hendak ditemui dalam upaya deradikalisasi.

“Itu perlu trik, makanya setiap kali kita lakukan pendekatan, kita lakukan profiling dulu. Saya berkomunikasi dengan aparat dulu, siapa dia, kemudian siapa yang dihormati atau seniornya. Biasanya saya cari dulu seniornya atau yang dihormati, untuk saya ajak ke Lapas dan sudah satu frekuensi dengan kita. Itu biasanya cair,” kata Ali.

Namun, Ali juga sempat menyinggung mengenai perkembangan teknologi, sehingga tidak berani menjamin eks napiter tersebut bisa terus kembali mengakui NKRI. Kendati demikian, Ali bersama YLP terus berupaya agar mereka tersadar bahwa yang sudah dilakukan adalah salah.

“Saya hanya mengarahkan, tapi begitu yang bersangkutan sudah berselayar di dunia maya, saya enggak bisa menjamin itu (kembali terhubung dengan jaringan lama). Tapi biasanya, kalau sudah berada di sini itu terputus dengan jaringan lama, karena sudah divonis oleh jaringan lamanya ikut YLP dan YLP itu khisbus syaiton (kelompoknya setan) oleh grup lama mereka,” tutur Ali.

Bantu pendidikan anak napiter

Beberapa kali Ali mendapat penolakan dari napiter terkait deradikalisasi yang dilakukan bersama YLP. Namun, hal itu tidak membuat Ali patah arang. Dengan terus berusaha meyakinkan napiter tersebut untuk kembali cinta NKRI, sekaligus memberikan pesan bila yang telah dilakukan napiter tidak dibenarkan.

“Sering banget. Pernah saya itu, orang ini dulunya adalah murid saya, yang mengajari ngaji juga saya, kemudian terlibat penembakan sembilan orang Brimob di Maluku, dihukum penjara seumur hidup. Saat saya sambang Umar Patek (saat ditahan), itu dia sinis dengan saya, karena saya dianggap sudah murtad. Saya upaya dua kali, mentok,” ujar Ali.

Kemudian, dalam suatu waktu, napiter tersebut tiba-tiba berkirim surat kepada Ali yang intinya meminta tolong. Napiter tersebut mendengar bahwa anaknya tidak bersekolah, kemudian meminta bantuan kepada Ali.

Sehingga, Ali meminta izin kepada Lapas di mana napiter tersebut ditahan untuk menjalin komunikasi dan silaturrahmi. Napiter tersebut kemudian mengakui apa yang dilakukan salah, sekaligus meminta tolong kepada Ali untuk membantu pendidikan salah seorang anaknya, itu disanggupi oleh Ali.

“Itu yang namanya tidak diduga, ketika saya mendekat tidak bisa karena dianggap thoghut, baru ketika dia butuh mendekat sendiri kepada saya. Jadi moderasi yang ampuh adalah, ketika kita tahu apa kebutuhannya dan kita bisa hadir membantu,” ucap Ali.

Ali menjelaskan, saat ini ada 23 anak eks napiter yang tinggal di asrama YLP, dari total sebanyak 67 anak eks napiter yang pendidikannya dipenuhi oleh Ali bersama YLP. Termasuk, beberapa orang istri eks napiter yang diminta untuk membantu mengajar di YLP.

“Untuk yang di sini (asrama) ada 23 anak eks napiter, mayoritas mereka sekolah di SD Negeri (Tenggulun) supaya wawasan kebangsaannya muncul. Kemudian, sorenya mulai pukul 14.00 WIB hingga 17.00 WIB, kita ada TPQ (Taman Pendidikan Al Quran) dipandu oleh istri-istri eks napiter dan ustazah yang ada di sini. Namun, kebanyakan pengajar di sini, adalah istri eks napiter,” tutur Ali.

Sebelum membantu mengajar, istri eks napiter lebih dulu dilakukan seleksi dan bimbingan, serta diminta keseriusan mereka dalam menjaga nama baik YLP. Selain dalam upaya untuk membantu keluarga eks napiter, langkah ini juga sekaligus untuk memisahkan mereka dari kelompok terdahulu.

“Saya tekankan bila ini (pekerjaan) adalah amanah untuk menjaga nama baik YLP, ada apa-apa sebaiknya komunikasi. Di sini juga ada berbagai macam pengajian, yang intinya berusaha untuk memisahkan dari kelompok lama. Yang penting itu nyaman, baik nyaman pemikirannya maupun nyaman perutnya,” terang Ali.

“Kita ada komunitas donatur, yang biasa membantu keluarga mereka, baik istri yang suaminya ada di dalam, atau anak-anak mereka. Ada yang kita asramakan di sini. Kita juga beri bantuan kepada eks napiter untuk bekerja, dengan cara saya menitipkan mereka di kawan-kawan pelaku bisnis yang ada di Pantura, Lamongan. Ada yang kerja di pembuatan pupuk, ada yang kerja di pembuatan dolomit dan lain-lain,” kata Ali.

Cinta NKRI

Anak-anak eks napiter, kata Ali, terutama yang masih kecil, tentu belum mengetahui apa yang telah dilakukan oleh orangtuanya. Bersekolah di instansi pendidikan milik pemerintah dengan perlakuan normal layaknya siswa lain, dengan tidak ada diskrimasi, dinilai Ali bakal membantu pola pikir anak eks napiter.

“Mereka diperlakukan secara normal dan cukup kasih sayang, tidak ada perlakuan khusus anak eks napiter, ini anak mantan teroris, tidak ada. Dalam pantauan saya, guru-guru di SDN Tenggulun cukup sayang dan memahami latar belakang anak yang bersangkutan,” ucap Ali.

“Saya pikir cukup bagus dalam mendidik anak-anak itu, sehingga sekarang mereka sudah biasa untuk hormat pada bendera (merah-putih), menyanyikan Indonesia Raya, terpenting lagi menghilangkan dendam kesumat pada TNI dan Polri,” tambah Ali.

Tidak hanya di sekolah, namun sewaktu para anak eks napiter sudah kembali di asrama, juga diajak untuk mengaji serta melakoni sejumlah kegiatan positif. Seperti salah satunya, sebelum mengikuti kegiatan beladiri biasa dilaksanakan ikrar cinta NKRI dan tidak meniru tindakan yang sempat dilakukan oleh orangtuanya.

“Kesejahteraan mereka free, semuanya, makan-minum, tempat tinggal semuanya free. Pembiayaan mengandalkan sumbangan dari donatur dan usaha saya, kan saya ada usaha beberapa warung, kafe dan beberapa bisnis. Selama ini belum ada bantuan dalam bentuk keuangan, baik dari Pemkab, Pemprov, dari BNPT tidak ada. Semua pure adalah usaha sendiri atau mandiri,” tutup Ali.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/02/27/154140978/cara-ali-fauzi-ajak-napiter-eks-napiter-kembali-akui-nkri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke