Salin Artikel

Kisah di Balik Tragedi Stadion Kanjuruhan: PNS Terjebak di Pintu 13, Gendong Korban Sekarat hingga Saksikan Jenazah Bergeletakan

Banyak kisah memilukan tragedi Arema yang sangat menyayat hati akan kengerian tragedi pada malam itu.

Ada kisah seorang PNS yang gendong korban tragedi Arema yang sekarat hingga akhirnya menghembuskan napas terakhr.

Dadang Indarto adalah seorang ASN Pemkot Batu yang menjadi satu di antara ribuan suporter yang menonton 'Derbi Jatim' Arema FC melawan Persebaya Surabaya, di Stadion Kanjuruhan, Malang.

Menceritakan kembali malam kelabu pada Sabtu (1/10/2022) membuat nafasnya tersengal-sengal.

Ia terpaksa harus tetap mengatur intonasi dan nada bicaranya di hadapan audiens setenang mungkin dalam acara yang digelar KontraS, di kawasan Lapangan Rampal, Blimbing, Kota Malang, Senin (3/10/2022).

Kedua bola matanya memerah dan berupaya membendung air matanya yang akan tumpah, sekuat tenaga.

Ia bercerita datang menonton bersama rekannya, Aremania asal Lampung. Sebelum peluit panjang tanda laga selesai, ia dan rekannya memutuskan keluar dari tribun 13 melalui tangga.

"Pada menit 90 tambahan 3 menit, saya mencoba keluar dari pintu gate 13, di tangga itu, sudah penuh. Sehingga saya memutuskan balik, saya bersama dengan teman saya Aremania Lampung, jauh jauh dari Lampung, dia ke sini hanya untuk menonton Arema. Tapi apa yang terjadi yang ditonton adalah film horor," ujar Dadang.

Saat itu melihat beberapa suporter masuk berlarian ke tengah lapangan.

Sempat dinarasikan aksi tersebut sebagai bentuk anarkis menyerang pemain lawan. Namun suporter itu menuju ke arah pintu masuk ruang ganti pemain untuk memberikan pelukan hangat.

Hal tersebut dilakukan sebagai luapan atas kemenangan yang belum berpihak pada mereka.

Menurut Dadang sebagian juga meminta swafoto dengan pemain Arema FC idola mereka

"Nah waktu itu kita diamankan Match Steward disuruh kembali, naik kembali (tribun). Saat naik kembali, mungkin dikira teman-teman itu adalah gegeran. Jadi dari tribun utara dan selatan, spontan turun, dikira gegeran. Dan itu tidak ada perlawanan sama sekali pada steward, nurut arek-arek," terangnya.

Aksi suporter direspon lain oleh aparat yang berjaga. Kerumunan ratusan aparat yang semula berada di sudut-sudut gelap pinggiran stadion bergerak gegap-gempita mengejar setiap suporter yang telah menjadi sasaran mereka.

Dadang mengaku, kengerian sesungguhnya adalah ketika bola pelontar gas air mata tiba-tiba jatuh di tengah kerumunan ratusan suporter di tribun 13.

Terpaksa ia bersama temannya asal Lampung itu, berupaya membelah kepungan kabut asap putih bebal nan beracun itu.

Memanfaatkan jaket yang disingkapnya menjadi penutup kepala, sebuah teknik menyelamatkan diri dari paparan gas air mata semasa dirinya menjadi demonstran saat kuliah, Dadang akhirnya mampu menyibak kepulan gas tersebut.

Kemudian ia menuju ke pintu keluar lain yang melalui tangga di tribun 14, bersebelahan dengan Tribun VIP.

Setelah berhasil keluar, ia malah disuguhkan pemandangan yang mengiris hati.

"Setelah tembakan ke-3, dan asap agak tipis, asap agak reda, saya mencari pintu di sebelah VIP, di tribun 14, begitu saya keluar, ya Allah, teman-teman saya sudah bergeletakkan. Saya menemukan satu korban, kebetulan itu teman saya, biasa guyonan ngopi mangan bakso, sudah tidak bergerak, meninggal dunia," ungkapnya seraya terisak.

Melihat kengerian itu, ia berupa menyelamatkan beberapa orang lain yang sekarat terkapar tak berdaya.

Air mata Dadang jebol juga saat dirinya menceritakan bagaimana pilunya saat berusaha mencari dan menolong setiap orang yang terkapar di sana.

Dadang berusaha mengevakuasi seorang korban yang semula dikiranya masih hidup.

Ternyata ia salah. Korban yang ditolongnya sedang sekarat dan saking parahnya, sebelum tiba di area terbuka, korban sudah tak bergerak.

"Hanya satu pintu, mereka berdempetan keluar, ada yang berdarah anak bojo, saya gendong dengan teman saya dari Lampung, sampai sakaratul maut atau meninggal di depan saya. Akhirnya saya letakkan jenazah itu, dan saya ke jenazah teman saya Dona itu, lalu mencari bantuan polisi. Dan di situ polisi ada yang membantu," tambahnya.

Dadang berupaya membawa setiap orang yang terkapar itu ke dalam ruangan VIP.

Sesampainya di ruang tersebut, ia mengira hanya ada hitungan jari orang-orang yang terkapar tak bergerak di sana.

Namun setelah ia mencoba melongok ke beberapa sudut area di dalam ruang tersebut, jumlah suporter yang terkapar tak bergerak berjumlah lebih dari hitungan jemari kedua tangannya.

Para korban itu, dibaringkan sejajar memenuhi ruangan.

"Kemudian saya minta tolong mengangkat Jenazah ke ruang VIP. Setelah tiba di VIP saya pikir jenazah hanya 4 (korban), ternyata di situ sudah ada 3, (yakni) 1 polisi, 2 jenazah perempuan, saya pikir hanya 7, lalu saya keliling di daerah tribun itu, innalillahi wainnailaihi raji'un, di musala VIP jenazah kayak 'pindang'," kata dia seraya mengusap air matanya.

Dari kengerian itu, Dadang secara tegas menyebut melontarkan gas air mata di tengah tribun yang masih penuh dengan suporter wanita dan anak-anak itu merupakan aksi berlebihan yang dilakukan oleh aparat.

"Dan apa yang dilakukan kepolisian, saya kira sepakat, itu sangat berlebihan, sangat berlebihan. Sudah, Aremania itu suporter yang ngerti dan cerdas, cukup dibilangi, gak perlu dikasih kekerasan dan tembakan gas air mata," ungkap dia.

Selain itu, Dadang juga menyayangkan pihak penanggung jawab stadion tidak membuka semua pintu stadion, pada saat laga tersebut usai.

"Yang saya sayangkan, stadion Kanjuruhan, tidak berbenah setelah peristiwa Persib dulu yang hanya 1 korban meninggal dunia, itu pun di RS, warga Kepuh. Kenapa tidak. Membuat jalur evakuasi," tegasnya.

"Kedua, kenapa pintu itu ditutup, apakah memang sudah ada rencana untuk pembunuhan massal. Saya juga meminta PSSI PT LIB, saya juga sudah memiliki bukti, pihak panpel sudah punya surat permohonan perubahan jam tayang, jawaban PT LIB, jam pertandingan tetap 20.00 padahal itu pertandingan sangat rawan," pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di SuryaMalang.com dengan judul Kisah Memilukan Tragedi Arema: PNS Gendong Korban Hingga Tewas, Istri Kehilangan Suami dan Anak

https://surabaya.kompas.com/read/2022/10/05/104100278/kisah-di-balik-tragedi-stadion-kanjuruhan--pns-terjebak-di-pintu-13-gendong

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke