Salin Artikel

Menit-menit Mematikan di Stadion Kanjuruhan, Jeritan Penonton di Tengah Lautan Asap Gas Air Mata

Stadion Kanjuruhan memiliki 14 tribune (pintu masuk) kelas ekonomi dan satu tribune VIP.

Lautan awan putih akibat gas air mata disebut menutupi wilayah bagian tribune 10-14 di sisi selatan stadion yang dipenuhi dengan orang tua, balita, anak-anak, dan kelompok remaja.

Wartawan BBC News Indonesia, Raja Eben Lumbanrau, mewawancarai sejumlah saksi yang menceritakan menit-menit mematikan pada Sabtu (1/10/2022) itu dari beragam posisi para penonton.

Mereka adalah Andika Bimantara dan Muhamad Dipo Maulana yang berada di tribune VIP.

Lalu, Fahryanto Bagustuza di tribune 7-8. Risma Eko Widianto berada di tribune 12 dan Chandra Dirawan di tribune 14.

Mereka menghabiskan waktu hingga dua jam dari yang biasanya cukup ditempuh sekitar 40 menit karena jalan yang padat oleh para pendukung tim Arema Malang, atau dikenal Aremania.

Sementara Risma Eko (18) tiba lebih awa,l sekitar pukul setengah lima sore. Dia dan teman-teman yang lain melakukan latihan koreografi untuk ditampilkan saat laga berlangsung.

Dua yang lain, Andika Bimantara (25) dan Chandra Dirawan (19) tiba antara pukul 18.00-19.00 WIB.

Senada, mereka semua menceritakan, situasi saat itu 'dibanjiri' dengan pendukung lautan biru, warna kebanggaan tim Arema Malang.

Tidak ada pendukung tim lawan, Persebaya yang diizinkan menonton karena alasan keamanan.

Andika dan Dipo menyaksikan dari tribune VIP.

Sementara Fahryanto seorang diri di tribune 7-8, Eko di tribune 12 dan Chandra di tribune 14.

Mereka mengatakan, laga pertama berlangsung panas. Masing-masing tim saling menjebol gawang lawan dan tercipta skor dua sama.

Namun, panasnya laga tidak menimbulkan aksi kekerasan di kursi penonton, yang terdengar adalah kata-kata "kasar" dan kekecewaan yang terucap.

 

Istirahat babak pertama, 'keributan di tribune 13'

Ketika turun minum, kata Chandra, di tribune 13 - di sebelah tempat dia menonton - beberapa penonton berkelahi dan diamankan aparat keamanan.

Fahryanto juga melihat insiden di tribune 13 itu. Dari tribune 7-8, dia melihat beberapa orang mengejar yang lain.

Selebihnya, menurut mereka tidak ada insiden besar, hanya nyanyian yel-yel yang bersaut-sautan.

Dalam situasi tertinggal, Eko yang nonton dari tribune 12 menceritakan, para penonton terlihat memanas.

Terdengar ucapan-ucapan kasar yang ditujukan kepada baik pemain Arema maupun Persebaya.

Situasi yang sama juga digambarkan oleh narasumber yang lain, hingga akhirnya memasuki 10 menit akhir pertandingan.

Menurut pengamatan Chandra, beberapa penonton mulai melemparkan plastik berisi air ke lapangan. Alasannya karena beberapa pemain Persebaya, menurutnya, terlihat mengulur-ulur waktu.

Dari tribune Fahryanto, terlihat beberapa penonton juga mulai melempari nasi bungkus dan kantong plastik air.

Arema pun semakin menyerang, namun selama 90 menit plus tujuh menit waktu tambahan, tidak ada gol yang disarangkan.

Pertandingan pun diakhiri dengan kemenangan Persebaya 3-2.

Sementara di lapangan, terlihat pemain Arema tertunduk lesu. Lalu mereka, mendatangi tribune penonton untuk menyampaikan permintaan maaf.

Kejadian itu berlangsung sekitar 10-15 menit. Belum ada satu pun penonton yang turun ke lapangan.

Situasi tersebut disebut cukup hening karena penonton masih belum menerima kekalahan.

Lalu, seorang pemain Arema menuju depan tribune 7-8, menurut kesaksian Fahryanto. Terlihat satu orang penonton, yang diikuti tiga di belakangnya, turun ke lapangan dari tribune 9 dan 10.

"Penonton menghampiri pemain Arema, terlihat menunjuk ke pemain, seperti meluapkan kekecewaanya. Lalu ia dirangkul pemain itu.Tapi polisi datang, menghalau penonton, dan melakukan tindakan represif, ditarik bajunya, dipukul hingga jatuh," kata Fahryanto.

Tiga teman di belakangnya mencoba menolong, namun kembali mendapatkan hantaman keras dari polisi.

"Satu tergeletak, tiga di belakangnya dipukul polisi dan melawan," kata Fahryanto.

Andika dari tribune VIP juga melihat kejadian tersebut.

Menurutnya, satu atau dua orang penonton mendatangi pemain Arema, tetapi dipukul mundur oleh aparat keamanan.

"Mereka dipukul tongkat sampai jatuh tergeletak, namun bisa bangkit lalu kabur," kata Andika.

Melihat tindakan pemukulan polisi itu, ratusan penonton dari segala penjuru tribune, disebut melompat pagar pembatas tribune dan turun ke lapangan yang berjarak setinggi sekitar enam meter.

Fahryanto melihat, kumpulan penonton yang turun pertama kali berasal dari tribune 12. Lalu serentak diikuti oleh ratusan dari tribune lain.

"Di lapangan mereka bentangin poster, bentrok dengan polisi, menolong rekan penonton lain yang terluka," kata Fahryanto.

Sementara Dipo melihat, ratusan penonton yang turun pertama kali berasal dari tribune 7-8 yang berbarengan dari tribune 10 hingga 12.

Dari tribune 12 sendiri, Eko mengatakan hal yang sama.

Menurutnya, terdapat seorang penonton yang memberikan aba-aba mengajak para penonton untuk turun. Serentak, Eko melihat, banyak penonton bergegas ke lapangan.

Dari sisi VIP, Andika mengatakan, setelah ratusan penonton turun ke lapangan. Polisi bergerak mundur perlahan ke depan wilayah VIP.

Mereka pun mengeluarkan anjing pelacak untuk memukul mundur para penonton.

"Ada sekitar empat tembakan ke lapangan," kata Dipo.

"Setelah tembakan, beberapa massa mundur, namun ada yang terus melawan," kata Fahryanto.

Andika melihat, beberapa tembakan gas air mata di lapangan dilempar kembali ke arah polisi oleh beberapa penonton di lapangan.

Tembakan ke tribune 12 dan sekitarnya jadi lautan 'awan'

Selang beberapa menit kemudian, Andika, Eko, Chandra, Fahryanto, dan Dipo satu suara menyatakan, dari sisi depan VIP, polisi menembakan gas air mata ke tribune 12.

"Untuk pertama kali, polisi menembak ke arah tribune 12, di gawang selatan," kata Andika.

"Arah tembakan dari sebelah VIP kanan dekat tribune 14 ke arah tribune 12. Lalu aparat juga terlihat melempar sesuatu, tapi tidak tahu apa. Di tribun 12 itu tidak kelihatan lagi orang, semua putih, hanya samar dan bayangan saja," kata Fahryanto.

"Jelas sekali saya lihat, polisi dari depan VIP menodong pistol (gas air mata) ke arah gawang kidul, sekitar tribune 11 hingga 13, ada tiga tembakan," kata Eko.

"Pelurunya (gas air mata) turun di depan kaki saya, seperti karet," kata Eko.

Senada, Chandra juga mengungkapkan hal yang sama di tempatnya, tribune 14.

"Gas air mata ditembak ke arah tribune 10 hingga 14. Di sini seperti lautan awan, putih semua. Di depan saya gas air mata, saya lempar balik ke lapangan pakai jas hujan," katanya.

Setelah itu, beberapa polisi juga mengeluarkan tembakan gas air mata ke arah tribune empat dan sisi lainnya, kata Fahryanto yang menyebabkan hampir seluruh tribune terkena dampak gas air mata.

"Anak kecil menangis, perempuan pingsan, jeritan di mana-mana, semua berbondong-bondong keluar, tapi pintu 13 ditutup, pintu 14 dibuka, cuma satu pintu," kata Chandra.

Ia pun mencoba untuk keluar melewati pintu 13, namun ditutup.

"Di kamar mandi pintu 13 yang ditutup, saya lihat dua orang laki-laki tergeletak tidak bernyawa, mungkin kekurangan oksigen, berdesak-desakan dan juga gas air mata," kata Chandra.

Lalu ia ke pintu 14, tapi penonton berdesakan mencoba keluar.

"Saya lihat ibu-ibu gendong anaknya balita sambil berteriak. Keluar air dari hidung dan mata. Sedih sekali."

Chandra pun memutuskan untuk melompat ke dalam lapangan. Kemudian dia berlari ke arah pintu lapangan yang terbuka.

Sementara Eko dari tribune 12 mengalami hal yang sama. Dia tidak bisa keluar dari pintu 12, 13 dan 14 karena banyak orang berdesakan mencoba untuk melarikan diri.

"Teriakannya, tolong-tolong, arek wedok [anak perempuan], arek cilik [anak kecil]," kata Eko.

"Saat saya turun ke pintu. Semua pada berdesakan. Akhirnya saya kembali ke atas tribune bersama teman. Lalu menggunakan syal mengibas-ibas asap. Setelah itu saya loncat ke dalam lapangan dan turun lewat pintu samping lapangan," katanya.

Fahryanto dari tribune 7-8 juga merasakan dampak gas air mata yang ditembakkan ke tribune 4 di sebelahnya.

"Gas air mata mengalir ke tempat kami dan menyebabkan penonton di tribune saya panik teriak," kata Fahryanto.

Dalam kepungan gas air mata, Fahryanto mengambarkan situasinya.

"Seorang ibu pingsan sambil memeluk anaknya, di sebelahnya anak laki-laki pingsan. Lalu beberapa supporter menggendong ibu dan anak-anak itu untuk keluar. Mereka tidak sadar saat digendong, itu karena gas air mata," katanya.

"Lalu saya juga mendengar orang tua mencari anaknya, di mana anakku - di mana anakku. Panik semua. Lalu di kamar mandi, tiga sampai lima orang remaja tergeletak. Saya trauma membayangkan itu," kata Fahryanto.

Fahryanto bisa keluar dari stadion setelah melewati pintu 5-6 walau harus antri selama 30 menit di tengah kepungan gas air mata.

Sementara itu di lorong VIP, kata Dipo, puluhan orang yang pingsan, tergeletak kelelahan, sesak napas dan ada yang terluka.

Lalu Andika yang juga di VIP mengatakan,"kejadian terus teringat, anak kecil nangis, anak kecil cari mama papanya, bapak ibu cari anak di mana, mereka pada lari ke VIP terus bilang anakku hilang. Mereka cari di VIP soalnya di sini tempat penampungan korban. Masih terngiang suara minta tolong sampai sekarang," katanya.

Situasi mencekam berlangsung hingga di luar stadion. Terjadi insiden pelemparan batu ke arah mobil aparat keamanan dan tindakan saling pukul antara kedua pihak.

Andika, Eko, Chandra, Fahryanto, dan Dipo satu suara, penyebabnya adalah tembakan gas air mata polisi ke tribune.

"Kalau chaos itu karena gas air mata penyebabnya. Konflik polisi dan suporter itu wajar, tapi gas air mata yang tidak wajar. Semoga ini bisa diusut tuntas, kasihan keluarga korban yang ditinggalkan." kata Eko.

Sementara Chandra mengatakan, "gas air mata pemicu utamanya. Kenapa harus ditembak ke tribune yang tidak bersalah. Gara-gara itu korban jiwa berjatuhan."

Fahryanto menambahkan, "Jelas pemicunya pas ditembak gas air mata ke tribune. Ada ibu-ibu, anak-anak, termasuk orang dewasa, mau keluar tidak bisa, pintu ada yang ditutup, dan yang dibuka pintunya kecil berdesak-desakan," katanya.

Andhika mengatakan, "Gara-gara gas air mata semua jadi kacau, banyak korban diinjak-injak, sesak napas. Ini harus diusut tuntas, menurut saya yang bertanggung jawab polisi," ujarnya.

Dipo mengatakan,"orang yang di tribune tidak ikut rusuh, anarkis, kenapa tembakan gas air mata menuju ke situ? Kenapa tidak mengusir yang di bawah saja?"

Kericuhan versi polisi

Berdasarkan keterangan polisi, kericuhan terjadi usai pertandingan selesai pada pukul 21:58 WIB, di mana pemain dan oficial Persebaya saat masuk ke kamar ganti dilempari Aremania dari tribune dengan botol air mineral dan lainnya.

Dua menit kemudian, Aremania melempari dan mulai menyerang pemain Arema FC dan ofisial saat masuk ke kamar ganti.

Aremania makin banyak turun ke lapangan dan menyerang aparat.

Lalu, polisi memperingatkan massa yang brutal namun tidak diindahkan, hingga akhirnya memutuskan menembakkan gas air mata ke arah lapangan, tribune selatan (11,12,13) dan tribune timur (6).

Tembakan air mata itu, menyebabkan suporter di tribune berusaha keluar melalui pintu. Mereka berdesak-desakan, tergencet, serta mengalami sesak napas.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/10/05/071500678/menit-menit-mematikan-di-stadion-kanjuruhan-jeritan-penonton-di-tengah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke