Salin Artikel

Menuai Penolakan, Eksekusi Rumah Pensiunan Pejabat Pemprov Jatim di Surabaya Berlangsung Tegang

SURABAYA, KOMPAS.com - Eksekusi tanah dan bangunan milik pensiunan pejabat Pemprov Jatim di kompleks permukiman padat penduduk di Jalan Sidosermo PDK V-A kavling 377 Kota Surabaya, Jawa Timur, Rabu (24/8/2022), berlangsung tegang. Proses eksekusi sempat menuai penolakan dari pemilik rumah.

Satuan Sabhara Polrestabes Surabaya dan Brimob Polda Jatim mengerahkan 400 personel dalam eksekusi tersebut karena pemilik rumah mengerahkan puluhan massa beratribut ormas tertentu untuk menghalangi eksekusi.

Sebelum juru sita Pengadilan Negeri Surabaya membacakan amar putusan, ratusan polisi menggelar apel di depan objek eksekusi. Massa meninggalkan lokasi setelah diancam akan ditangkap dan diproses hukum karena menghalangi petugas.

Saat juru sita Pengadilan Negeri Surabaya, Ferry Isyono Purwowirawan, membacakan amar putusan pengadilan, giliran tim kuasa hukum pemilik rumah dan keluarga yang menolak eksekusi. Namun, polisi berhasil mengamankan dan meminta mereka menjauh dari depan lokasi objek eksekusi.

Eksekusi tersebut berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya nomor 22/EKS/2013/PN.Sby juncto Nokor 375/Pdt.G/2011/PN.Sby. Objek eksekusi adalah tanah dan bangunan seluas 300 meter persegi beserta sertifikat hak milik momor 1272.

Dalam perkara perdata tersebut, pihak penggugat adalah Feryana Juliani, sementara tergugat I adalah Fandriyani dan Adi Wijaya selaku tergugat II.

I Made Sukartha, pemilik objek eksekusi mengaku tidak tahu apa-apa soal eksekusi tersebut.

"Tiba-tiba anak saya yang menempati rumah tersebut diberi surat untuk mengosongkan rumah," kata mantan Kepala Dinas Energi Sumberdaya Mineral Provinsi Jatim itu.

Dalam perkara tersebut, dia bukan pihak yang beperkara. Rumah tersebut dibelinya dari Fathurrozid pada 2015 dengan harga pasar Rp 1,8 miliar.

Menurut Sukartha, objek eksekusi dalam perkara tersebut beda dengan alamat rumah yang ditempatinya saat ini.

"Objek eksekusi sesuai penetapan pengadilan adalah rumah di Jalan Sidosermo PDK B nomor 377. Sementara rumah saya Jalan Sidosermo PDK V A Kavling 377," jelasnya.


Dijual sejak 2009

Terpisah, kuasa hukum penggugat, Soemarso mengatakan, kliennya membeli rumah yang menjadi objek eksekusi tersebut pada 2009 seharga Rp 550 juta dari pemilik Fandriyani dan Adi Wijaya.

Namun, sertifikat rumah dijanjikan akan diserahkan pada tahun 2010.

Feryna kemudian melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Surabaya dan dinyatakan menang. Tahun 2013, saat akan dilakukan eksekusi pada objek rumah tersebut, tiba-tiba muncul perlawanan hukum dari seseorang bernama Fathurrozid.

Ternyata, pemilik awal Fandriyani dan Adi Wijaya juga telah menjual rumah tersebut kepada Fathurrozid. Karena itu pula, Feryna tak kunjung mendapatkan sertifikatnya karena oleh pemilik awal telah diberikan kepada Fathurrozid.

"Fathurrozid menggugat sampai proses Peninjauan Kembali (PK) yang proses hukumnya berlangsung hingga tahun 2014, dia dinyatakan kalah," kata Soemarso.

Pada 2015, Fathurrozid menjual obyek tersebut kepada I Made Sukartha seharga Rp 1,8 miliar, dan langsung dibalik nama atas nama Ni Luh Putu, putrinya.

"Yang kami sayangkan, kami sudah meminta BPN memblokir sertifikat hak milik momor 1272 karena masih bersengketa, namun faktanya BPN mengeluarkan sertifikat tersebut," terang Soemarso.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/08/24/204132978/menuai-penolakan-eksekusi-rumah-pensiunan-pejabat-pemprov-jatim-di-surabaya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke