Salin Artikel

Cerita Peringatan HUT RI dari Panti Jompo di Kediri, Mulai dari Lomba hingga Tumpengan

Para penghuni panti bernama Sanggar Bocah Dolanan (Bodol) dan Rumah Segala Anak Bangsa (Ranseba) di Jalan Pangrango, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, juga antusias merayakan HUT RI.

Dibantu para relawan, mereka mengikuti berbagai kegiatan. Mulai dari kerja bakti membersihkan panti, aneka hiburan, hingga puncaknya dengan syukuran nasi tumpeng.

Meski kegiatan sederhana, tetapi makna kebersamaan, persaudaraan, rasa bahagia, dan sukacita, terpancar dari wajah para penghuni.

"Semangat di Hari Kemerdekaan. Merdeka!," ujar Sahroni (70), salah seorang penghuni sanggar, dalam sambungan telepon, Rabu (17/8/2022).

Pemilik rumah yang dijadikan panti tersebut, Antok Beler mengaku sengaja menggelar berbagai kegiatan agar penghuni bisa merasakan atmosfer peringatan HUT RI seperti warga lainnya.

"Meski mereka (penghuni panti) tidak punya dokumen identitas diri tapi mereka merupakan warga negara Indonesia yang mempunyai hak yang sama untuk berbahagia di Hari Kemerdekaan ini," ujar Antok Beler saat dihubungi.

Sanggar Bodol yang berdiri sejak 2008 dan Ranseba pada 2015 tersebut selama ini memang dikenal cukup aktif berkegiatan. Selain kegiatan internal, juga kerap menggunakan momentum hari besar lainnya.

Sanggar itu membawahi 15 lansia yang tinggal di panti dan 20 lansia dampingan. Mayoritas mereka adalah kelompok rentan, tidak mempunyai sanak saudara, serta tanpa identitas.

Para penghuni lansia, rata-rata kondisinya juga butuh perhatian ekstra karena mengalami sakit akibat faktor usia maupun penyakit lain semisal strok.

Mereka awalnya adalah lansia yang ditemukan telantar di pasar atau pinggiran jalan. Mereka lalu ditampung di panti yang kebetulan terletak di belakang pasar tersebut.

Bahkan ada juga penghuni yang ditinggalkan keluarganya di sanggar Ranseba.

"Ada yang datang ke sini menitipkan lansia yang diakui teman kerjanya. Belakangan diketahui itu adalah anak tunggal yang membawa orang tua kandungnya," ungkap Antok.


Sesuai namanya, rumah segala anak bangsa, sehingga penghuni panti tersebut juga datang dari berbagai latar belakang agama maupun suku bangsa.

"Siapapun boleh masuk. Kita tidak memandang suku, agama, maupun ras dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan," Antok yang juga Koordinator Gusdurian Pare ini menambahkan.

Begitu juga dengan biaya operasional, kerap dilakukan secara swadaya karena tidak adanya donatur tetap yang mampu menyokong penuh operasional sanggar.

"Kami lebih sering urunan antar relawan," ujar pria yang juga berprofesi sebagai sopir panggilan itu.

Kemandirian para penghuni, salah satu contohnya yang sehat turut membantu yang sakit, juga menjadi salah satu kunci pengelolaannya.

Respons Pemerintah

Camat Pare Nizam menyatakan, rasa bangga dan apresiasinya terhadap kegiatan yang digelar sanggar tersebut.

"Kepada teman-teman itu saya salut, bangga. Mereka di hari kemerdekaan ini juga bisa memikirkan orang lain," ujar Nizam.

Selama ini, Nizam menambahkan, pihaknya juga senantiasa mendukung semua kegiatan panti dan melibatkannya di kegiatan-kegiatan kecamatan.

Nizam berharap para relawan bisa terus konsisten menjaga roh rumah lansia dan terus memperbaiki diri dengan manajemen yang lebih baik lagi. Sehingga bisa menjadi contoh bagi generasi-generasi mendatang.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/08/18/153644978/cerita-peringatan-hut-ri-dari-panti-jompo-di-kediri-mulai-dari-lomba-hingga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke