Salin Artikel

Kisah Andini, Siswi SD yang Bawa Setengah Karung Uang Koin untuk Beli Motor, Yatim sejak Lahir dan Menabung Tiap Hari

Es-es tersebut adalah pesanan sejumlah teman sebayanya di warung sederhana rumahnya di Desa Jonggrang, Kecamatan Barat, Magetan, Jawa Timur.

Meski masih duduk di kelas V SDN Jonggrang I, Andini panggilan akrabnya, sudah terbiasa berjualan es sirup serta makanan kecil lainnya seperti cireng, sosis goreng dan tempura di warung mungil di teras rumahnya.

Berjualan sejak kecil

Ibunda Andini, Partini mengaku, kebiasaan menjual makanan ringan dan es dilakukan Andini setelah putrinya tersebut mempunyai keinginan menempuh pendidikan di Pesantren Al Fatah Temboro saat kelas 2 SD.

"Sejak kelas 3 dia sudah jualan sendiri. Buka warungnya kalau sudah pulang sekolah sampai sore, kalau saya sibuk membuat rengginang di dapur,” ujar ibunda Andini, Partini, Selasa (28/06/2022).

Jarak rumah dengan pesantren yang cukup jauh membuat Andini mempunyai keinginan yang kuat untuk membeli sepeda motor sendiri.

Lebih-lebih, ibunya hanyalah bekerja sebagai pembuat rengginang, kerupuk yang terbuat dari beras ketan.

“Pas liburan di rumah neneknya yang tak jauh dari pesantren di sering melihat santri belajar di sana, jadi dia pingin mondok juga. Tapi jarak rumah dengan pesantren ada 10 kiloan,” imbuhnya.

Menabung dua tahun beli motor

Partini mengaku hanya bisa membimbing keinginan putrinya untuk mewujudkan cita-citanya dengan cara menabung.

Setiap hari Andini menyisihkan uang hasil berjualan es dan tempura.

Uang yang ditabung adalah uang dari sisa pembelian bahan untuk cireng dan tempura yang akan dijual keesokan harinya.

“Yang ditabung itu uang sisa pembelian belanja untuk modal berjualan besok, kadang Rp 10 ribu kadang lebih,” katanya.

Dari harga motor Rp 19 juta tersebut, Andini membayar dengan uang receh koin sebanyak Rp 2 juta yang selama ini dia kumpulkan di sebuah kaleng.

Sementara sisanya berupa uang kertas Rp 2.000-an, uang Rp 5.000 dan Rp 10.000 yang mencapai Rp 17,6 juta.

“Belinya Rabu kemarin (22/06). Saya malu waktu beli motor, kita milih dealernya sepi sekitar jam 11 karena uangnya receh yang kita bawa setengah karung,” ucap Partini.

Partini mengaku butuh waktu hingga tiga jam untuk menghitung uang receh yang mereka bawa.

“Motor itu masih atas nama saya, karena Andini masih di bawah umur,” imbuhnya.

Meski telah membayar tunai motor yang dibeli, namun Andini harus menunggu hingga dua bulan ke depan untuk menerima motornya.

“Katanya masih menunggu dua bulan motornya, katanya masih pesen,” katanya.

Yatim sejak di kandungan

Partini menceritakan, putrinya Andini merupakan anak kedua yang sudah menjadi yatim sejak di dalam kandungan.

Dia mengaku dua kali menikah. Pada pernikahan pertama, Partini mempunyai satu anak perempuan yang saat ini telah selesai kuliah dan bekerja di Jakarta.

“Bapaknya Andini ini meninggal saat Andini di kandungan usia 1 bulan,” terangnya.


Pekerjaannya sebagai perajin rengginang, tak menyurutkan Partini untuk memberikan semangat bagi Andini untuk meraih cita citanya.

Dengan mengajarkan menabung, Partini meyakinkan kedua anaknya akan ada kemudahan jalan untuk menggapai cita-cita mereka.

“Menabung itu cara untuk mencapai cita-cita bagi kami,” katanya.

Selain menabung, Partini juga mengajarkan anaknya untuk melakukan sedekah sekecil apa pun.

Meski dari berjualan rengginang tak seberapa, dia mengaku bisa menyisihkan uang Rp 50.000 untuk membuatkan makanan setiap hari Jumat.

“Di sini setiap Jumat, Andini juga memberikan Jumat berkah, entah sekedar nasi pecel atau nasi dengan mie goreng. Duitnya kita sisihkan keuntungan menjual Rp 50.000 untuk membuat makanan,” imbuhnya.

Partini mengaku Andini bercita-cita menjadi dokter setelah menempuh pendidian di pondok.

Dia hanya bisa berpesan kepada Andini untuk tetap menabung dan tetap bersedekah untuk menggapai cita citanya.

Menabung untuk lanjutkan sekolah

Sementara Andini yang terlihat malu-malu didatangi oleh Kompas.com mengaku masih harus giat lagi menabung meski telah berhasil membeli sepeda motor.

Dia mengaku harus menabung sebanyak Rp 5 juta untuk mendaftar ke pondok pesantren tempatnya berencana melanjutkan sekolah.

“Ini masih nabung terus karena pendaftarannya harus bayar Rp 5 juta,” kata Andini.

Partini mengaku saat berada di kelas 3, dia sudah berupaya memindahkan anaknya ke sekolah agama agar tidak menanggung biaya pendaftaran Rp 5 juta, namun karena sekolah SD di desanya kekurangan murid, anaknya tidak bisa pindah.

“Semoga nanti ada keringanan untuk pendaftarannya,” ucapnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/06/29/094242078/kisah-andini-siswi-sd-yang-bawa-setengah-karung-uang-koin-untuk-beli-motor

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke